Quantcast
Channel: Narareba.com
Viewing all 164 articles
Browse latest View live

BKH, Mempertanggungjawabkan Sebuah Pilihan untuk NTT

$
0
0
Tidak sedikit yang bereaksi gegara tulisan kemarin, "Memilih BKH, Catatan dari Warung Kopi". Ada yang mendukung, ada yang 'Like', ada yang mempertanyakan, ada juga yang mengkritik bahkan mencemooh. Untuk semua itu, saya ucapkan terimakasih. Terimakasih telah membaca dan sejenak singgah di Narareba.
BKH: Benny K. Harman

Tulisan hari ini adalah kelanjutan dari itu, bagian kedua dari serangkaian catatan yang akan ditulis tentang Pemilihan Gubernur Nusa Tenggara Timur. Please jangan menyamakan istilah 'serangkaian' sebagai kumpulan materi kampanye pemenangan. Bukan, bukan itu.

Saya menulis di sini sebagai ungkapan keterlibatan, cara saya untuk turut berpartisipasi membangun NTT. Dalam konteks Pilgub 27 Juni nanti, serangkaian tulisan ini sedianya akan menjadi catatan reflektif pribadi yang dibagikan ke ruang publik tentang pilihan saya.

Tsamara Amany tentang Pilgub DKI
Foto: Twitter @TsamaraDKI

Sekali Lagi, Terimakasih
Bahwa ada yang mendukung dan 'Like', mungkin saja karena pilihannya ternyata sama. Bisa juga karena merasa tuturannya berkenan, tanpa harus setuju dengan pilihan saya tentang BKH. Atau bisa jadi, dukungan itu adalah tanda setuju ketika ada putra NTT di perantauan yang ikut terlibat dengan caranya sendiri, menulis di blog.

Tentang mereka yang melampirkan kritik dan cemoohan, mungkin saja karena pilihannya ternyata beda. Bisa juga karena tuturannya kelewat sederhana dan masih minim data-logika. Atau bisa jadi karena beranggapan bahwa NTT diaspora tak perlu ikut campur dalam carut-marut dinamika politik NTT; hanya akan memperkeruh suasana.
“Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun?
Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin,
akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.”
- Pramoedya Ananta Toer
Sekali lagi, untuk semuanya saya ucapkan terimakasih. Pertama, karena telah sejenak singgah di Narareba, blog sederhana tempat saya mulai berlatih menulis online dan pertamakali mengenal dunia digital strategist. Maafkan untuk tampilannya masih sebegini ini.

Kedua, terimakasih karena telah membekaskan jejak komentar, reaction, atau emoticon. Semuanya itu membantu saya untuk menulis semakin baik lagi: baik dari sisi runtutan pengungkapan ide, gaya bahasa, pun tentang pendasaran logis kenapa saya memilih BKH.

Ketiga, terimakasih karena telah secara terbuka menyatakan sikap untuk turut membangun NTT: entah lewat diskusi kritis di kotak komentar sosmed, cemoohan bernada mengejek saat link-nya dibagikan di grup Whatsapp, atau 'tulisan tandingan' dalam nada sinis tentang 'prinsip minus malum' yang kemarin saya utarakan.

Quotes Iwan Fals
Foto: Hipwee

Buku (Digital) Ini Aku Pinjam
Judul kecil ini saya pinjam dari judul tulisan Wisnu Dewabrata tentang konsep perpustakaan digital di Kompas hari ini, Minggu (4/3/2018). Ah ya, maaf. 'Kami' meminjam judul lagu pertama di side A dari album 1910-nya Iwan Fals: Buku Ini Aku Pinjam.

Tidak banyak yang tahu, kenapa album yang dirilis pada tahun 1988 itu diberi tema sembilan belas-sepuluh oleh sang Maestro. Tema itu bukan merujuk pada tahun 1910, melainkan pada Tragedi Bintaroyang terjadi pada 19 Oktober 1987.

Di hari itu (19/10/1987), sebuah kereta api ekonomi patas jurusan Tanah Abang - Merak bertabrakan dengan kereta api ekonomi cepat jurusan Rangkasbitung - Jakarta Kota di Bintaro, Jakarta Selatan. Sebuah peristiwa yang tercatat sebagai salah satu kecelakaan paling buruk dalam sejarah transportasi di Indonesia.

Iwan Fals mengabadikan itu dalam albumnya, 1910. Kenapa "Buku ini Aku Pinjam" ditempatkan sebagai lagu pertama di antara 10 lagu di album itu? Mungkin, ini cara Iwan Fals mengungkapkan apa yang juga dibahasakan oleh Seno Gumira Ajidarma:
Menulis adalah suatu cara untuk bicara, suatu cara untuk berkata, suatu cara untuk menyapa - suatu cara untuk menyentuh seseorang yang lain entah di mana. Cara itulah yang bermacam-macam dan di sanalah harga kreativitas ditimbang-timbang
Iwan Fals 'menuliskan' tragedi itu dalam 1910. 'Buku ini Aku Pinjam' menjadi lagu pembuka, sebuah ajakan bagi generasi muda untuk masuk dan terlibat dalam keseluruhan cerita, dari tema remeh tentang cinta remaja hingga lagu terakhir, 1910: catatan atas tragedi yang menimpa bangsa.

Di Narareba, dalam konteks Pilgub NTT, saya mengamini itu: menulis untuk keabadian. Semoga rangkaian tulisan ini nantinya bisa menjadi rekaman, catatan pertanggungjawaban saat menoleh ke belakang di kemudian hari, tentang keputusan yang telah diambil untuk NTT: memilih BKH.

Harusnya, tulisan-tulisan ini menjadi catatan pribadi, bukan untuk diumbar ke ruang publik, bahwa saya memilih BKH. Itu kenapa Buku (Digital) Ini Aku Pinjam dipakai sebagai judul kecil: 'catatan pribadi' ini saya bagikan sebagai ajakan untuk berdialog sekaligus berdiskusi tentang figur pemimpin dan masa depan NTT lima tahun ke depan.

Bahwa saya memilih BKH, Benediktus Kabur Harman, itu pilihan saya. Jika Saudari/Saudara punya pilihan yang sama atau berbeda, mari berdiskusi, silahkan berdialog. Bukankah selama ini NTT kita bangun di atas ragam perbedaan?

Di akhir catatan kali ini, ijinkan saya mengutip ujaran Mohammad Zeyara, kalimat yang juga telah saya posting di wall Facebook sore kemarin:
If they respect you, respect them. If they disrespect you, still respect them. Do not allow the actions of others to decrease your good manners, because you represent yourself, not others.
Salam ngopi di Minggu sore. Jangan lupa cuci gelas.

@narareba,
Genjing, Minggu Prapaskah III 2018.

Cinta Biru Chelsea: Mou, Eva, dan Ramires

$
0
0
Kami akan tetap berbaju biru, di Stamford Bridge, di setapak Ruteng, di klub lawan, atau saat reuni dengan rekan-rekan alumni Sanpio di Jakarta. Kami juga akan selalu mengibarkan bendara biru yang sama: KTBFFH!!

Mourinho Dan Mimpi True Blues Di Langit Kelabu
Pertandingan sebentar lagi selesai. Dengan sisa tambahan waktu +5 menit, tampaknya Chelsea harus mengaku takluk di kaki para Tjumen Atletico Madrid di kandang sendiri. Ya, mereka cuma bersepuluh, mengingat Thibaut Courtois yang malam ini tampil gemilang membela panji Los Colchoneros adalah anak tiri Chelsea. Sekali lagi, Stamford Bridge menyebar aroma kelabu bagi para True Blues. Di tepi lapangan, Mourinho tertunduk lesu. Entah bagaimana, rambut putihnya malam ini benar-benar menjadi uban, bukan mahkota seperti biasanya.

Seperti kami, ia juga menyipitkan mata elangnya, menyembunyikan penyesalan untuk kenyataan yang kami terima: dia dan pemuja panji-panji biru di seluruh dunia. Apakah taktik kami malam ini keliru? Salahkah kami, terlalu dini mengganti benteng dengan menteri, menarik Ashley Cole dan memasukkan Samuel Eto’o di menit ke-54? Kurang cermatkah kami meramu Eden Hazard dan Willian, bukannya menerbangkan André Schürrle dan César Azpilicueta sejak awal untuk menjangkau Fernando Torres? Ataukah kejatuhan itu telah dimulai dengan menaruh David Luiz dan Nascimento Ramires dalam langkah kuda sejak awal peluit pertandingan dibunyikan?
José Mário dos Santos Mourinho Félix
Mudah untuk mengarahkan telunjuk tepat di muka Mou (baca: kritik atas Mourinho), menuding ketidakmampuannya (atau kepercayaan dirinya?) sebagai biang keladi kekalahan kami malam ini. Betapa mudah mencari jejak kesalahan-kesalahan The Special-ist Once, ketika di semifinal Champions ia tak lagi menepukkan dada seperti empat malam lalu kala kami melibas Liverpool. Beberapa bahkan langsung berkicau di ruang forum, menganggap kekalahan José Mário dos Santos Mourinho Félix di hari kelima meninggalnya Tito Villanova adalah karma yang harus ditelan atas kelakuannya yang kurang pantas saat masih menukangi El Real?

Berawal dari Eva Carneiro dan Nascimento Ramires
Kenapa suka Chelsea? Itu pertanyaan para sahabat saat pertamakali status itu dipajang di dinding Facebook: Keep The Blue Flag Flying High (KTBFFH). Lucu saja, mengingat dulu di kompleks kos, hanya saya yang mengunci kamar (dan menyumbat telinga) saat penghuni lain menyoraki klub kesayangan mereka kala menonton pertandingan-pertandingan dini hari.

Bukan karena ingin dibilang ‘laki’. Bukan juga karena tak mau diacuhkan saat tema pembicaraan mengalir ke topik tentang si kulit bundar. Bukan karena saya ingin mencari identitas di belantara laki-laki ber-jersey. Bukan juga karena kaki saya selalu gatal ingin masuk, saat berada di pinggir lapangan futsal. Saya hanya seorang pemuda biasa, yang mencintai Chelsea sejak melihat Eva Carneiro dan Ramires Santos do Nascimento menginjak karpet hijau Stamford Bridge di 2011. Pilihan hati akhirnya dimantapkan. Saya tahu, pada klub bola mana hati saya dititipkan.
Eva Carneiro, wanita kelahiran Gilbraltar
Mereka bilang saya gila. Harusnya orang jatuh hati pada “tendangan pertama”. Harusnya orang bilang cinta dan memilih satu setelah membandingkannya dengan seribu lainnya. Harusnya orang orang memantapkan pilihan karena striker (atau gelandang) ganteng berpostur gagah seperti Fernando Torres, Christian Ronaldo, atau Frank Lampard. Saya bilang, tidak. Saya masih normal, bukan ‘pecinta lelaki’. Saya memuja Eva Carneiro dan menganggap Raimires sebagai sisi lain, pribadi yang kerap tak dimunculkan alter ego ke ranah kesadaran. Itu saja.

Ya, tak harus ada alasan ‘logis’ kenapa orang jatuh cinta, cinta pada sebuah klub sepakbola. Saya menghargai wanita yang tegar dan perhatian. Saya percaya, perempuan yang tetap menawan saat tampil tomboi atau  berdandan anggun adalah pribadi yang cocok untuk dijadikan teman-seperjalanan-hidup. Saya juga menganggap, wanita penyuka bola dan pecinta anak-anak adalah pacar yang layak dipertimbangkan sebagai calon istri. Itu alasan saya menyukai Eva Carneiro, wanita kelahiran Gilbraltar yang kini menjadi dokter utama Chelsea.

Sedangkan Ramires? Si kurus yang selalu tampak kedodoran memakai birunya jersey Chelsea dikenal dengan energinya yang besar dalam permainan defensif dan ofensif. Sampai musim terakhir, suami dari Islana Ros ini telah tercatat mengoleksi 12 gol: 11 dari kaki kanan, dan 1 dari tandukan kepala.  Well, sejak awal kedatangannya hingga hari ini, Ramires telah mengoleksi 2 kartu merah dan 28 kartu kuning. Jumlah pelanggarannya pun cukup fantastis, 199 kali!
Ramires Santos do Nascimento
Tindakan indisipliner Ramires memang membahayakan posisinya di Chelsea, sebuah peluang yang dibaca Real Madrid. Juventus, si Nyonya Tua, bahkan baru saja menawarkan 12 juta Euro untuk memboyongnya ke Juventus Arena. Ah, bukankah Mourinho lebih tidak disiplin sebagai pelatih ketimbang anak didiknya yang satu ini? Ramires adalah pahlawan saya, peduli amat dia tak membela Tim Samba di Piala Dunia 2014, toh saya membela Der Panzer Jerman!!

Chelsea tanpa Mourinho, Eva, dan Ramires
Mimpi untuk memboyong trofi Championship musim ini telah kandas. Harapan untuk meraih posisi teratas di tabel Premiere League juga amat tipis. Ada gelagat, Ramires akan dilepas. Mourinho tidak sedang dalam performa terbaiknya. Eva Carneiro juga tak sanggup memulangkan Peter Cech ke balik jala dari cidera yang dialaminya saat bertamu ke markas Atetico, juga John Terry dan Eden Hazard tak sepenuhnya bugar dalam permainan terakhir. Lantas, apakah karena para pahlawan sedang ‘menjadi manusia biasa’, saya lantas memindahkan hati ke lain klub? Tidak, pecinta sejati adalah dia yang menerima kelebihan dan kekurangan pilihan hatinya dengan utuh, tanpa “tetapi”.

Berkat Mou, Eva dan Ramires, saya akhirnya akrab dengan Chelsea, merasa bagian dari mereka. Sekarang, bukan lagi “mereka” atau "klub kesayangan saya”, tetapi “kami”. Kami dari London. Kami juga dari Ruteng – Manggarai – Flores. Terakhir, kami menang melawan Liverpool. Paling akhir, kami juga sama-sama menelan pil pahit dari Atletico Madrid. Kami akan tetap berbaju biru, di Stamford Bridge, di setapak Ruteng, di klub lawan, atau saat reuni dengan rekan-rekan alumni Sanpio Kisol di Jakarta. Kami juga akan selalu mengibarkan bendara biru yang sama: KTBFFH!!

Ada jutaan penggemar Chelsea di seluruh dunia yang sejak dini hari tadi telah berkabung atas matinya harapan kami meneriakkan kata “Victory!!” sambil menepuk dada seperti yang kemarin dilakukan Mou. Meski begitu, kami akan terus mencintai Chelsea, karena kami percaya, Roman Abramovich, Mourinho, dan pahlawan-pahlawan kami yang telah berjuang sejak 1905 akan selalu menjaga mimpi kami tetap hidup, kemarin, tahun ini, tahun depan, dan sampai kapan pun.

Kami akan tetap bangga memakai kostum biru-royal dan mentato lambang singa-biru di jaket, motor, sampul buku, atau di pintu kamar. Karena kami adalah legenda, yang memasang badan di Stamford Bridge, dan menitipkan nyawa di hati penggemar di seluruh dunia. *Jejak kaki dan catatan hati True Blue Manggarai|Flores|NTT.
True Blue Chelsea of Manggarai Indonesia

Liebster Award: Ngeri-ngeri Sedap

$
0
0
Liebster Award: Discover New BlogsSaya dapat Liebster Award dari Kak Armin Bell. Hal pertama yang terlintas di kepala adalah: ngeri-ngeri sedap!! Liebster Award adalah (?): Liebster, dari kata bahasa Jerman Liebste (favorit), turunan dari kata Liebe (sayang). Mendapatkan penghargaan sebagai salah satu dari sekian banyak penulis blog yang di-tag senior sekaliber Kak Armin membuat saya dilema.

Paragraf yang kedua dan ketiga di-insert saat tulisan ini baru separuh rampung. Ternyata, panjang juga. Padahal belum selesai. Harusnya bisa jadi trilogi. Hahaha.. Tetapi, kasihan pembacanya. Orang pertama yang saya minta mereview typo (salah ketik) saat tulisan ini masih berupa coretan di notepad berkomentar: "Aduh.. Sudah panjang, isinya juga bikin pusing." Wkwkwk..


Saya lalu membaginya dalam Tiga (3) bagian:
1. Kenapa Ngeri-ngeri Sedap? (Tiga alasan. Silahkan dilewatkan bagi yang tak mau "cape mata")
2. Kenapa Sebelas?(Sedikit membolak-balik Google. Silahkan dilirik kalau penasaran)
3. Liebster Award (Berpartisipasi: Tentang; Jawab; Tanya. Lanjutkan)


Penghargaan Ngeri-ngeri Sedap
Saya terkejut ketika membaca tulisan yang di-tag Kak Armin ke wall Facebook:Saya Kena Liebster Award Tahun Ini. Kena deh!! Benar dugaan saya, saya ditandai karena nama saya ada di antara sebelas peraih tongkat estafet berikutnya:
Saya kena liebster award tahun ini
Terkejutnya kurang lebih begini...
  1. Odi Salahuddin (Jogjakarta)
  2. Reynald Susilo (Ruteng – Surabaya)
  3. Ikka Waso (Ruteng – Surabaya)
  4. Dhewy Sukur (Ruteng – Jogjakarta)
  5. Elna Hadi (Ruteng – Jakarta)
  6. Robert Bell Thundang (Ruteng – Jakarta)
  7. Milliano Thundang (Ruteng – Jakarta)
  8. Ucique Jehaun (Ruteng)
  9. Yovie Jehabut (Mbeling)
  10. Dicky Senda (Kupang)
  11. Yohanes Octa (Surabaya)

Seperti saya bilang sebelumnya, ini ngeri, tapi juga ini sedap. Lho, koq? Co’o tara nggitun? Saya punya sejumlah alasan, entahkah nanti kalau dituliskan bisa mencapai “sebelas alasan” ala Liebster Award atau tidak, mari kita cari tahu sama-sama. Sampai saat kalimat ini ditulis, saya juga belum tahu.

Alasan pertama:sejak awal menulis blog Nara Reba, saya selalu menghindari award yang satu ini. Rasanya seperti mendapat pesan berantai di SMS atau BBM, tetapi minus ancaman. Biasanya kan, bunyinya seperti ini: sebarkan pesan ini, kalau tidak, bla bla bla. Ada yang diancam digigit buaya-lah, bangkrut-lah, dipecat-lah. Ngeri!

Dalam kasus Liebster Award, tidak melanjutkan tongkat estafet, ibaratnya tidak menghargai sang pengulur tongkat sebelumnya. Dari dulu, setiap kali mendapat penghargaan ini untuk Nara Reba Manggarai, saya selalu membatin: “Mael Deh!!” Catatan kecil, saya tidak suka diancam dan tidak segan mengancam balik.

Alasan Kedua:saya selalu bersembunyi di balik Nara Reba Manggarai. Hanya di sini saya berani mengaku Robert Bell. Thundang, atau setidaknya Arthmin Thundang atau Ino Thundang. Selebihnya, tidak. Di “peternakan blog”, nama itu tidak dipakai. Ada banyak alasan yang bisa digulirkan kenapa kata Thundang hanya dipakai di Nara Reba. Tetapi, sudahlah. Itu hanya akan memunculkan sebelas jawaban dan sebelas pertanyaan baru.

Intinya singkat saja, Thundang artinya “khusus” atau “dikhususkan”. Saya hanya memakainya di Nara Reba, bukan di “natas blog” yang lain. Nah, salah satu peraturan tak tertulis ala Liebster Award adalah, penghargaan ini diberikan kepada lima sampai sebelas blog yang followers (ala Google+) atau users (ala Google Analytic) berjumlah kurang dari 200 followers/users. Ya, di antara sekian banyak blog, ini yang paling sedikit pengunjungnya.

Nara Reba ManggaraiSejak dinamai nara-reba.blogspot,com dan dibabtis kembali dengan www.narareba.com, hingga hari ini  Nara Reba Manggarai telah mendapatkan 4.065 users dengan 67.710 total tayangan halaman versi Google Analytic. Secara kualifikasi “users”, Nara Reba memang tidak layak lagi mendapatkan penghargaan itu. Tetapi, kalau mau omong jujur, isi tulisannya cuma 106 judul. Kualitasnya jauh dari lembaran-lembaran yang dituliskan Kaka Armin di ArbellMedia. Karena itulah, saya kemudian menerima penghargaan ini dengan senang hati. Ini adalah sapaan seorang kakak untuk adiknya agar tak mengeram di “kandang SEO” tapi terjun ke pacuan yang sesungguhnya: benar-benar menulis, bukan bermain SEO dan mengutak-atik query "Orang Manggarai". Sedap!

Alasan Ketiga: seperti yang saya utarakan di Facebook, sejak kekalahan Chelsea dari Atletico Madrid dalam Laga Semifinal Champions musim lalu, saya cuti menulis di Nara Reba. Itu adalah bentuk ungkapan belasungkawa atas musim yang minus gelar. Itu juga adalah sebentuk penghargaan atas perginya orang-orang kesayangan saya dari Stamford Bridge yang dilepas dan tidak diperpanjang kontraknya musim depan. Ah, tak harus saya sebutkan nama-nama mereka satu per satu. Saya tak ingin jari-jari saya menangis di papan keyboard.

Kembali ke konteks Liebster Award. Menerima penghargaan ini berarti harus menulis, lagi. Dan, saya harus melanggar janji, lagi. Padahal, melanggar janji itu ngeri-ngeri sedap, seperti kata (mantan)  anggota DPR asal fraksi Demokrat, Sutan Bhatoegana: “Ngeri kalo ketahuan, tapi kalo gak ketahuan ya sedap.” Hahahaha…


Kenapa Sebelas?
Ufh.. sepertinya tiga alasan saja sudah cukup. Jangan sampai sebelas. Cukup tiga saja. Kenapa? Kalau alasan Kak Armin atas pertanyaan “kenapa sebelas”,  adalah “karena 1+1= 2” dan “dua adalah angka yang baik untuk tahun ini”, saya punya pendapat yang berbeda. Kenapa Liebster Award menggandeng angka sebelas? Ini “tiga” penjelasan saya:

1.    Kesebelasan Sepakbola (Chelsea)
Mari kita simpan dulu alasan kenapa permainan sepakbola dimainkan “hanya” oleh sebelas orang, bukan lebih. Kita bicara soal makna angka sebelas dalam kaitannya dengan nomor punggung. Ya, nomor punggung pemain sepakbola. Banyak yang tidak begitu memperhatikan apa makna di balik nomor punggung sebelas pemain sebuah kesebelasan sepakbola. Setiiap nomor ternyata punya makna sendiri, sebelum sistem pergantian pemain diterapkan pada 1965 dan nomor punggung “12 ke atas mulai muncul.”

Menariknya, filosofi makna di balik nomor punggung itu masih di pakai. Hingga kini nomor punggung 11 [sebelas] biasanya dipakai oleh pemain yang diharapkan mampu menjadi bintang besar di klubnya seiring berjalannya musim. Di Chelsea, di klub kesayangan saya, nomor punggung 11 sebelumnya dipegang oleh Sang Legenda: Didier Drogba, setelah dulunya menjadi baju kebesaran
Pemain sepak bola nomor punggung 11
Para pemain hebat bernomor punggung 11
Damien Duff, Boudewijn Zenden dan Dennis Wise. Kini, nomor punggung keramat itu diberikan kepada Sang Bintang Muda asal Brazil: Oscar dos Santos Emboaba.
(Baca juga: Oscar warisi nomor punggung Drogba.)

Menulis tentang Chelsea di tempat pertama, mengurangi sedikit beban saya karena telah ingkar janji untuk tidak menulis sampai laga Barclays Premier League musim depan. Dalam kaitan dengannya dengan Liebster Award, menurut saya, alasan penghargaan ini awalnya diberikan kepada 11 blog dengan viewers yang lebih sedikit adalah agar blog tersebut dapat  lebih “bersinar” di kemudian hari. Seperti harapan yang digantungkan pada pemain nomor punggung 11. Persis.


2.    Piramida Backlink (Blogger)
Saya mengutip apa yang dituliskan Kak Armin di akhir Saya Kena Liebster Award Tahun Ini: “Dengan demikian, tongkat estafet ini saya serahkan. … Teruskan. Jangan sampai mati.” Menarik! Bayangkan Kak Armin menerima tongkat estafetnya dari Ajen, meneruskannya ke sebelas orang lain. Sebelas orang itu meneruskannya ke sebelas orang lagi, demikian seterusnya. Ini sebuah jaring backlink raksasa yang pada akhirnya bisa saja menghubungkan para blogger di seluruh dunia dalam satu aliran tongkat estafet!!

Untuk para pemain SEO, ide ini luar biasa. Luar biasa, bukan saja karena ide ini akan meningkatkan rating blog yang “kena” penghargaan, tetapi juga karena metode yang digunakannya. Angka Sebelas! Coba perhatikan:
a.    Tulis (11) hal tentang diri kalian.
b.    Jawab (11) pertanyaan dari saya.
c.    Tuliskan (11) pertanyaan
d.    Pilih (11) blogger peraih  Liebster Award berikutnya.
Ada 11+11 “tulisan” dari dan tentang diri sendiri (a dan c = 1111). Ada 11+11 “tulisan” dari dan untuk orang lain (b dan d = 1111). Menariknya, 11 dikali 11 = 121. Dan 1111 dikali 1111 =  1234321. Fenomena angka ini disebut Palindrome: deret kata atau angka yang bisa dibaca dari dua arah yang berbeda.
(Baca juga: teori konspirasi 11-11-11)

Pola dua arah ini diidentikkan dengan piramida, juga diidentikkan dengan Illuminati, organisasi rahasia yang konon berusaha mengambil alih kekuasaan di muka bumi ini. Memadukan ide Palindrome dengan konsep backlink SEO adalah hasil sebuah pemikiran yang luar biasa. Terlepas dari apapun alasannya, saya angkat dua jempol untuk pencetus ide Award ini. Liebster Award adalah cara brilian dari pembuatnya, dan saya merasa tertantang untuk mencari cara menanam backlink dengan cara lain yang tak kalah efeknya. Well, meskipun di dunia “ternak blog” saya lebih memilih untuk menanam backlink dengan cara yang berbeda, dan hanya di Nara Reba saya menggunakan nama Robert Bell. Thundang. Siapa tahu …

3.    Ramalan Kiamat (Ancaman)
misteri angka sebelas (11)Kenapa sejak lama saya tak pernah mau “menerima” Liebster Award? Saya ilfill dengan metode pesan berantai, disertai ancaman. Sejak dulu di zaman SMS hingga sekarang ketika Facebook Messenger begitu mudah diakses dari Android. Metodenya sama, estafet. Dulu, bahkan ada yang mengirim “Pesan Sebelas” disertai bukti-bukti yang kuat, seakan-akan Kiamat sudah di depan mata, dan kalau pesan itu tidak dikirimkan, si penerima tidak akan selamat di akahir zaman. Lucunya, ada perintah seperti  ini di akhir  pesan: “Q33NY di Komputer Anda lalu ganti hurufnya dengan jenis wingdings 1, Anda akan terkejut dengan tampilan di layar komputer Anda.”
(Baca juga: angka sebelas dan akhir zaman. Pesan Q33NY)

Tetapi, sekali lagi, saya menganggap Award ini sebagai ungkapan kepedulian seorang Kakak. Ketika seorang Armin Bell yang meneruskan ini ke saya dan “Thundang” (Max) lainnya, ini sebuah penghargaan dalam arti sesungguhnya. Neka rabo kalau saya sudah menanggapinya dengan cara yang berbeda dan “berlebihan”. Seperti kata Max di blog "nendong-nya", pilihan jurusan membuat kami menanggapi segala sesuatu dari sudut pandang berbeda.  Ya, di sini saya menanggapinya dengan cara saya sendiri: dengung Socrates di kepala, dan dengkur komputer di sudut kamar kos.


Saya Kena-kan Liebster Award Tahun Ini
Sebagai bentuk penghargaan saya atas undangan Kak Armin, dan sebagai bentuk kekaguman saya atas pencetus ide Liebster Award, pada akhirnya Award ini saya terima dengan tangan terbuka dan, lagi-lagi, dengan perasaan ngeri-ngeri sedap!

11 Hal Tentang Saya (edisi move on):
  1. Lahir di 17 September, Virgo di tahun Kelinci. Golongan darah, A+. Lengkap sudah: Melankolis yang Sempurna, kata Florence Liteur, penulis buku "Personality Plus".
  2. Sulung dari empat bersaudara. Menjadi kakak dari tiga laki-laki yang lahir dan besar di Ruteng tidak akan pernah mudah. Sungguh!! Kenyataan ini membuat saya harus sedikit demi sedikit menekan sifat melankolis untuk bisa menumbuhkan sedikit bumbu Koleris yang Kuat.
  3. Karena melankolisnya lebih besar dari yang koleris, saya lebih suka ada di belakang layar. Sejak TK di Gembala Baik, SD di Kumba I, sampai SMP dan SMA di Seminari Kisol. Sebagian besar mengenal saya sebagai pendiam yang tak banyak bicara.
  4. Satu-satunya tempat di mana saya tidak bisa bersembunyi di balik layar adalah "Majalah Dinding" dan "Surat Kores"; saya suka membaca dan akhirnya jatuh cinta dengan menulis. Toh, tetap saja saya masih tersembuyi di balik kertas.
  5. Sempat mengenyam didikan Postulant dan Novisiat Ordo Fratrum Minorum, membuat saya belajar apa yang namanya hening dan meditasi: diam yang bermakna. Filosofi "semua adalah saudara" ala St. Fransiskus Asisi membawa saya lebih mengenal 'yang lain'. Bibit Plegmatis yang Damaiakhirnya terbentuk.
  6. Sejak kecil sempat ingin menjadi pastor, kandas. Belajar pertanian organik, sempat ingin kuliah di jurusan pertanian, tidak tercapai. Pernah dididik Pater Frans Mido, SVD dan Romo Bone Rampung, Pr., sempat ingin menjadi penulis, belum jadi. Datang ke Jakarta, saya malah jadi pengamen. Malu tidak malu, saya kemudian dibentuk jadi Sanguinis yang Populer.
  7. Sambil mengamen, bekerja serabutan sana-sini, dan kuliah filsafat, saya kenal dunia organisasi: di kampus, di OMK gereja, di perkumpulan Manggarai, di perhimpunan sesama perantau Flobamora, dan akhirnya di PMKRI. Saya belajar menyeimbangkan yang sudah ada, sisi melankolis, koleris, plegmatis, dan sanguinis. Tetap saja, ternyata saya lebih ingin berada di balik layar, menjadi penulis naskah ketimbang orator-nya.
  8. Semua pekerjaan formal yang saya tekuni, jauh dari latar cita-cita yang saya pernah saya impikan. Menjadi penerjemah, data entry tim peneliti pertanian, menjadi guru bahasa Inggris, dan bahkan sempat di dunia ekspor-impor (freight forwarding). Jarang saya betah lebih dari setahun. Mungkin karena saya masih mencari jati diri, atau mungkin karena rejekinya bukan di situ. Hahaha...
  9. Saya lalu kembali ke PMKRI. "Mungkin saya lebih cocok jadi politisi atau negarawan", begitu pikir saya waktu itu. Saya lalu lebih banyak belajar soal hukum dan politik, dan berbagi apa yang saya miliki dengan para sahabat di sana. Di akhir perjalanan, saya paham, politik itu artinya bekerja untuk orang lain, dan dunia politik saat ini sudah jauh dari itu. Saya berhenti.Blogger Manggarai ~ Flores
  10. Cukup lama saya bergulat, harus jadi apa. Rasa-rasanya, modal yang ada sudah lumayan untuk jadi petani, guru, penulis, penyanyi, pemain drama, penerjemah, politisi, atau pedagang. Tinggal dikembangkan, tentu sudah bisa dapat uang untuk hidup. Sudah bisa menikah, pulang kampung, dan membahagiakan orang tua. Cuma, saya tidak ingin sebatas itu; masih ingin lebih jauh lagi!
  11. Kalau dulu, buku adalah jendela dunia, sekarang internet adalah dunia tanpa batasan. Bukan kita yang harus keluar, tetapi kita-lah yang perlu memutuskan: harus membangun dinding dari apa untuk bertahan, dan harus membuka jendela atau pintu yang mana untuk menghirup udara segar. Saya lalu mendalami dunia Search Engine Optimization (SEO). Di bidang itu saya bekerja sekarang.

11 Jawaban Saya (untuk pertanyaan Kak Armin):  
  1. Tiga orang terkenal, bukan selebriti, pantas jadi tokoh inspiratif: a) Ayah, Angelus Thundang. Bagi yang pernah membaca catatan Liebster Award-nya Max, tentu akan paham alasannya. b) Pater Stanis Ograbek, SVD. Bukunya, "Demi Kebenaran" adalah buku pertama yang membuat saya menitikkan air mata haru. c) Bpk. Willy Hangguman, figur guru dan penulis yang saya kagumi semangatnya.
  2. Buku terakhir yang dibaca: "Waiting For Your Cat To Bark?" edisi Indonesia. Hasil hunting buku murah di Gramedia. Saya sedang mendalami marketing, terutama marketing internet (SEO) dan buku itu memberitahu saya banyak hal kecil yang punya efek besar. 
  3. Alasan membuat blog: tahun 2011, saya menemukan kembali bentuk lain dari Tunas, Puspita, PolRes (dan GeSan), majalah dinding yang pernah saya geluti semasa SMP dan SMA: blogpsot. Sekarang ada 203 blog yang saya kelola selain Nara Reba Manggarai.
  4. Hubungan saya dengan mantan pacar: hubungannya baik, tetap berkomunikasi meski ada yang cuma enam bulan sekali. Sekarang, semuanya sudah berkeluarga dan sudah punya anak, kecuali yang terakhir.
  5. Makan, nonton film, atau ke hutan, pilihan tempat untuk mengajak pacar di kencan kedua: sebenarnya, tidak ketiga-tiganya. Tetapi, kalau harus memilih, saya akan memilih "makan", karena saya akan cukup punya waktu dan kesempatan untuk "memperhatikan" dia-orang-yang-seperti-apa, dan memutuskan apakah akan ada kencan ketiga atau tidak sama sekali.
  6. Lama online dalam sehari: akhir-akhir ini, rata-rata 15 jam.
  7. Nongkrong di Facebook atau Twitter, untuk: memantau situasi.
  8. Minta uang saat kuliah untuk tutupi defisit bulanan: pernah. Saat itu benar-benar kosong, tak dapat kerja sambilan. Kirim pesan SOS, alasannya sakit. Syukurnya, defisit tertutupi. Hehehe...
  9. Deskripsikan kota/kammpung tempat kelahiran dalam satu kalimat singkat:"Shambala."
  10. Hal dalam seminggu yang buat saya bahagia: sembuh dari sakit perut. Saya sakit perut selama seminggu. Baru saya tahu, ternyata sakit paling tidak membahagiakan selama hidup, bukanlah  sakit hati, bukan juga sakit gigi, tetapi sakit perut. Hahaha...
  11. Dari sepuluh pertanyaan di atas, pertanyaan yang tak ingin dijawab: pertanyaan ke-sepuluh. Ada banyak hal yang buat saya bahagia, rasa-rasanya tidak adil jika saya hanya menuliskan "sembuh dari sakit perut". Setidaknya, di sini saya ingin berterimakasih kepada yang merawat saya selama itu dan yang mengerti ketika saya 'menghilang'.

11 Pertanyaan Saya (tak harus dijawab sepanjang tulisan ini hehehe...):
    Pertanyaan Untuk Liebster Award
  1. Berapa kali ganti nomor Handphone sampai sejauh ini? Kenapa?
  2. Apa status Facebook yang paling banya dapat like dan dikomentari? Kenapa status itu ditulis?
  3. Kalau sedang gelisah atau grogi, apa "senjata" paling ampuh untuk mengatasinya? Kenapa begitu?
  4. Kalau "harus" mengganti nama dan memilih sendiri nama baru, nama apa yang akan dipilih? Kenapa?
  5. Jika berbicara dengan orang baru selama 4 menit, apa yang paling lama ditatap dari orang itu? Kenapa?
  6. Apa yang paling menarik dari seorang laki-laki? Kenapa?
  7. Apa yang paling menarik dari seorang perempuan? Kenapa?
  8. Siapa orang yang pernah "hanya sekali" ditemui dalam hidup, tetapi begitu membekas? Kenapa?
  9. Apa rencana pertama yang dipikirkan setiap saat bangun di pagi hari? Kenapa?
  10. Apa judul untuk tulisan pertama setelah menulis tentang Liebster Award ini?
  11. Jika harus "bertanya balik", dari sepuluh pertanyaan di atas, manakah pertanyaan yang ingin ditujukan untuk saya?


Tongkat Estafet Ini
Akhirnya, tulisan ini selesai juga. Dibalas di hari ke-11 setelah di-tag Kak Armin di wall Facebook. Ngeri-ngeri sedap, itu juga reaksi setelah melihat tulisan panjang yang diutak-atik seharian ini. Hahahaha... Terimakasih juga bagi yang sudah "tega" dan "betah" membaca hingga kalimat terakhir. Anda sungguh pembaca yang baik; salut dan penghargaan setinggi-tingginya saya berikan dari hati yang paling dalam. Tanggapannya sangat saya tunggu di kotak komentar.

Berikutnya, saya ingin menuliskan sebelas nama yang saya percayakan untuk melanjutkan tongkat estafet ini. Dimulai dengan tiga nama pemilik blog yang saya selalu saya baca tulisannya, dan saya kagumi. Dengan rendah hati saya berharap agar tongkat estafet Liebster Award ini diteruskan di wall blog masing-masing.  Nama-nama itu adalah:
  1. Margareta Engge Kharismawati:http://sayaengge.wordpress.com/
  2. Ernestine Ignatia Aditya Setyarini:http://spasigigiernestine.tumblr.com/
  3. Maliya: http://milliyya.blogspot.com 
  4. ...
  5. ......
  6. .........
  7. ...........
  8. ..............
  9. .................
  10. ....................
  11. .......................
Kenapa cuma tiga, dan bukan sebelas? Sejujurnya, saya ingin memberi tempat keempat hingga kesebelas untuk blogger asal Manggarai. Setelah dicek, sebagian besar blogger yang saya kenal sudah  'di-Liebster'. Hahaha... Tak apa. Saya menuliskan urutan keempat, kelima, dan seterusnya dalam baris kosong. Bagi blogger asal Manggarai yang ingin menerima uluran tongkat estafet ini, silahkan ditulis nama dan blog-nya di kotak komentar, dan saya akan mengisikannya di urutan yang kosong. 

Satu janji saya, bagi blogger newbie asal Manggarai yang ingin melanjutkan tongkat estafet Liebster Award ini, boleh memilih dua dari sebelas kesempatan "Ngeri-ngeri Sedap" berikut:
  1. Dimodifikasi template (tampilan) blog-nya agar lebih responsive (mobileview).
  2. Dinaikkan ratingnya di Alexa
  3. Dioptimasi SEO-nya di mesin pencarian Google, Yahoo, dan Ask
  4. Ditanam backlinknya di 510 situs berbeda dalam/luar negeri
  5. Mendapatkan 51 Subscribers (Pelanggan lewat email)
  6. Dibuatkan akun dan/atau dioptimasi Google Analytic blog-nya
  7. Dibuatkan akun dan/atau dioptimasi Bing Webmasternya blog-nya
  8. Dibuatkan akun dan/atau dioptimasi Tynt Webmasternya blog-nya
  9. Dibuatkan akun dan/atau dioptimasi Fanpage Facebook blog-nya
  10. Tulisannya mengenai Liebster Award akan di-share di jaringan saya
  11. Loggo/banner dan backlink blognya dipasang di Nara Reba Manggarai selama setahun.

Saya akan menunggu, dengan sabar. Akhir kata, sekali lagi, terimakasih untuk Kak Armin Bell. Salam saya untuk semua yang setia membaca hingga kata terakhir dan bersedia melanjutkan tulisan ini. "Kita tidak akan pernah menyerah sampai kita berhenti!"

Ikan Cara Sepanjang Jalan: Catatan Mimpi

$
0
0
Ikan Cara Sepanjang Jalan: Catatan Mimpi

Aku sedang ingin memunggungi waktu, berharap siang dan malam bergulir begitu saja tanpa permisi, tanpa harus singgah untuk mengingatkan bahwa umurku berkurang sehari lagi. Aku tak ingin bertambah tua, juga tak ingin kembali ke masa lalu. Ini mungkin bukan saat-saat terbaik dalam hidup, tetapi aku betah. Di sini, saat ini: dengan keadaan yang melingkupi, dengan apa yang kumiliki, dengan orang-orang yang kutemui, aku betah.

Bukan berarti semuanya sedang baik-baik saja. Aku sedang terbagi, dan aku tak suka itu. Ada keinginan untuk terus maju; ambisi seorang perantau untuk lebih dan lebih jauh lagi. Ada ambisi untuk segera ke level berikutnya; melanjutkan mimpi tentang kuliah di luar negeri tanpa harus memikirkan biayanya berapa atau ongkosnya dari mana. Ada harapan untuk ke tahapan berikut; menikah, punya anak, tua, dan menghabiskan akhir hidup di suatu tempat yang kuimpikan sejak lama. Ada tanggungjawab untuk kembali; pulang ke kampung halaman, bahagiakan orang tua, dan melakukan sesuatu.

Seperti itulah. Harus maju, tapi tak ingin pergi. Harus tinggal, tapi tak ingin diam di tempat. Aku tak suka ini: berpuasa tetapi tak juga lapar, insomnia tetapi tak kunjung didatangi kantuk. Barusan, jawaban itu datang. Dalam mimpi yang sebentar, saat kantuk di waktu yang tak seharusnya berujung ke lelap yang aneh. Ada mimpi tentang perjalanan di sisi tebing, tentang wanita-wanita yang berjudi di ujung lembah, tentang ikan cara yang tercecer sepajang jalan, tentang hantaman tombak yang menghujam tepat di dada, tentang pengejaran menuntut balas, dan tetang perbincangan di persimpanganMano, Manggarai Timur.

Aku terbangun dan merasa janggal. Kenapa alur mimpiitu masih melekat jelas dalam ingatan saat telah tersadar? Apakah ini sebuah pesan? Entahlah. Buru-buru kubuka laptop; tak tahu harus menyimpannya di mana, mimpi itu kutuliskan di sini. Mungkin esok aku akan lupa, tak sempat menafsirkannya. Sejujurnya, aku masih ngantuk. Entahkah nantinya tulisan ini ditulis sampai akhir, aku belum yakin. Dan, ya... Semoga saja ada yang membacanya dan menafsirkan maknanya.*


The eye sees a thing more clearly in dreams than the imagination awake. - "Da Vinci's Demons"

Ende: Merengkuh Ingatan, Menggungah Kenangan

$
0
0
Manggarai Flores Dulunya

Minggu siang, Jakarta sedang kelewat terik. Laptop masih menyala, notepad-nya masih terbuka. Cuma, bingung harus menulis apa: terlalu banyak ide dalam satu kepala untuk dituangkan. Tiba-tiba, ingatan itu menyergap. Ingatan tentang rumah.

Gitar di sudut kamar yang telah berdebu saking lama tak direngkuh, akhirnya menjadi teman. Dan, lagu ini mengalir. Judulnya, Ende: Mama. Pengarangnya, Ivan Nestorman, pernah memberi koreksi saat saya iseng menyanyikannya di sela waktu latihan drama di Matraman beberapa bulan lalu.

"Bukan 'Cai lima ntaung...', tapi 'cai liwa ntaung,'" Katanya waktu itu. Liwa artinya hitungan sepuluh tahunan. Ah, ya. Selama ini saya selalu mengira, bunyinya lima ntaung: lima tahun. Hanya separuhnya. Seperti juga lagu ini, jauh dari kualitas lagu aslinya; baik suara, musik, maupun hasilnya.

Tetapi, sekali lagi, ini adalah ungkapan kerinduan dari sudut ibukota. Ini adalah teriakan rindu dan doa pada saat yang sama. Semoga bisikkan angin membawa lagu ini ke telinga hati mama di Langgo - Manggarai sana.

Mata Leso Ge ~ Ivan Nestorman Original Video and Lyric

$
0
0
Mata Leso Ge ~ Original Video and Lyric, catatan kecil yang dilatari permintaan pembaca narareba.com untuk lirik lagu daerah Manggarai - Flores "Mata Leso Ge" karya Ivan Nestorman.

"Kami ingin membumi. Tidak menggunakan chord-chord jazz. Kami tidak ingin bikin orang puyeng, tetapi mengajak mereka bergembira," Ivan Nestorman tentang The Komodo Project.


Mata Leso Ge - Lyrics

One hau de daku nai..
Moro mata ne..

Toe sendo pati sua.
Hanang latang me..

Reff:
Ai hau de, mata leso ge..
Ai hau de, wulang mongko ge..
Ai hau de, ntala gewang ge..
Hanang hau, lo’o capu gula ge..

Oke tadangs danong ta..
Du leso sale..

Pu’ung weru ite cua..
Hanang ite cua..

Reff:
Ai hau de, mata leso ge..
Ai hau de, wulang mongko ge..
Ai hau de, ntala gewang ge..
Hanang hau, lo’o capu gula ge..

Konem lea daku nai,
Mbegel ngasangm me..
Damang lea daku nai..
Mbegel momang ho..

Ivan Nestorman - The Komodo Project

Jitunews

$
0
0


"Jitunews adalah portal berita yang menyajikan informasi seputar pangan, pertanian, air, budidaya, energi nasional, dan gaya hidup. Jitunews.com berdiri tahun 2014 dan terus berimprovisasi untuk memberikan konten yang variatif dan informatif bagi pembaca." Setidaknya, itulah yang dikatakan Alexa tentang Jitunews.

Google sendiri memberikan keterangan yang kurang lebih sama. Jitunews adalah "portal pangan, energi dan air yang berisi informasi budidaya pertanian, ekonomi nasional, lifestyle dan komunitas serta berita jitu dari Indonesia." Oh iya, alamatnya juga sudah ada di Google Map. Ketikkan saja Jitunews di mesin pencarian Google. Petunjuk arahnya akan muncul di sana.

Video ini adalah jawaban untuk pertanyaan kemarin-kemarin: Ngo nia'h kaut lawang ho'o ta? Co'o tara ho'o di ita rangam? (ke mana dirimu selama ini? Kenapa sekarang baru muncul?). Jawabannya satu, seperti dalam video itu: le Jitunews kaku e.. (Aku di Jitunews - Semalam).

Setahun di Jitunews

Genap setahun sudah. Persis di minggu yang sama tahun lalu, upah pertama di Jitunews diterima. Waktu itu, penanggalan telah memasuki tahun Kuda di tarikh hari tahun baru China. Dan, seperti perumpamaan dalam kisah-kisah petualangan Old Shatterhand, memulai perjalanan di sebuah media online yang baru terbentuk itu ibarat menaklukkan mustang untuk menjelajah padang prairie.

Tantangannya tidak sedikit, memang. Ada sahabat seperjalanan yang kemudian berhenti, memilih untuk meneruskan langkah di jalan lain. Ada juga masa-masa ketika detik-detik sebelum tidur malam adalah jeda, saat untuk berdoa dalam nada penuh cemas, semoga hari esok masih ada - untuk Jitunews. Tidak hanya itu, tawaran untuk memilih padang perburuan yang lain pun datang silih berganti.

Seperti di cerita tentang Resleting Lepas, tiap kali semua itu datang, bayangan tentang Old Shatterhand dan ucapan Bapa Fransiskus Asisi selalu terngiang-ngiang: “Mari kita mulai sekali lagi, karena sampai sekarang kita belum berbuat apa-apa!” Akhirnya, di sinilah kami sekarang. Masih di Jitunews, setelah setahun perjalanan. Setelah penanggalan berganti ke kalender tahun Kambing kayu.

Anne Hathaway in Devil Wears Prada - Jitunews
Anne Hathaway dalam "Devil Wears Prada"

Jitunews dan Pertanyaan Para Sahabat

Selama setahun itu, para sahabat sering mempertanyakan ketidaktampakkan batang hidung saat ada acara atau kegiatan-kegiatan rutin. Ke mana dirimu? Di mana dirimu? Kenapa tak datang? Sibuk, kah? ... dan pertanyaan-pertanyaan serupa sudah tak asing lagi di telinga. Di media sosial pun sama. Twitter, Facebook, Instagram, Path, dan bahkan BBM benar-benar jadi wall: dinding kosong yang sesekali ditaburi link berita. Nara Reba pun jarang diupdate. Hikz..

Bukan hanya para sahabat, saya juga sempat mengeluh pada diri sendiri sebelumnya. Tapi, mmm.. Pernah menonton "Devil Wears Prada?" Bagi yang pernah, masih ingatkah dengan ucapan Nigel saat Andy mengeluh tentang pekerjaannya yang menumpuk? Let me know when your whole life goes up in smoke. Means it's time for a promotion. Entah bagaimana, dia benar. Itu yang membuat saya kembali mencari-cari 'kapan' dialog itu terjadi dan melihat konteksnya. Ini dia kelanjutan dari kutipan itu:

Andy, be serious. You are not trying. You are whining. What is it that you want me to say to you, huh? Do you want me to say, "Poor you. Miranda's picking on you. Poor you. Poor Andy"? Hmm? Wake up, six. She's just doing her job.

Don't you know that you are working at the place that published some of the greatest artists of the century? Halston, Lagerfeld, de la Renta. And what they did, what they created was greater than art because you live your life in it. Well, not you, obviously, but some people. You think this is just a magazine, hmm?

This is not just a magazine. This is a shining beacon of hope for... oh, I don't know... let's say a young boy growing up in Rhode Island with six brothers pretending to go to soccer practice when he was really going to sewing class and reading Runway under the covers at night with a flashlight. You have no idea how many legends have walked these halls.

And what's worse, you don't care. Because this place, where so many people would die to work you only deign to work. And you want to know why she doesn't kiss you on the forehead and give you a gold star on your homework at the end of the day. Wake up, sweetheart. (sumber: Devil Wears Prada Quotes)

Aku di Jitunews Semalam

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, video iseng tadi adalah jawaban untuk pertanyaan kemarin-kemarin: Ngo nia'h kaut lawang ho'o ta? Co'o tara ho'o di ita rangam ce'e Nara Reba? Jawabannya satu, seperti dalam video itu: Aku di Jitunews - Semalam. Seperti juga di malam dan di hari-hari-hari sebelumnya. Jawaban itu tentu akan menjadi jawaban dari teman-teman lain: jawaban Bayu, Kris, Marsel, Joe, dan teman-teman lain yang tidak turut 'ambil bagian' dalam video itu.

Jitunews.com memang bukan majalah Runaway. Kisah kami pun bukan cerita "Devil Wears Prada". Kesamaannya mungkin terletak di pembelajaran di akhir kisah, bahwa passion akan bakat dan kerja sebaiknya tidak menjadi sebab untuk menghilangnya "batang hidung" dari tengah kebersamaan dengan para sahabat dan keluarga, atau juga dari dinding media sosial - seperti di Nara Reba Manggarai.

Semoga ini menjadi catatan awal, di tahun Kambing Kayu, yang menjadi langkah pembuka untuk tulisan dan artikel-artikel berikutnya di blog kecil ini. Satu harapan kecil yang turut didaraskan bersamaan dengan itu adalah: semoga usaha kami di Jitunews, sekecil atau sesederhana apapun itu, turut membawa perubahan yang lebih baik untuk ketahanan pangan, energi dan air di Indonesia. Salam.

Senyuman Setipis Bibir

$
0
0
Senyuman Setipis Bibir; puisi dengan judul yang sama pernah dibuat bertahun-tahun lalu. Ada yang bilang, puisinya salah. Judulnya tidak imajinatif. Saya tuliskan lagi, mengabadikannya. Pun jika benar ternyata salah.

milliyya


Senyuman Setipis Bibir


Dusta di mata

Rongga di dada

Lengkung manis di muka

Merah merekah..

Cinta?


Ruang Cerita

Pertanyaan itu akan selalu terulang dalam waktu. Tersimpan abadi dalam kerut dahi yang menghiasi tatapan penuh selidik. Mungkin perjalanan hidup akan membasuhnya dengan tambalan cerita yang lain, tetapi bagaimanapun, di sini, di narareba, itu akan tetap jadi pertanyaan yang tak pernah terkubur mati:
"Kalian putus?"

Sebagaimana biasanya, bibir merah itu akan merekah dan sunggingkan jawaban:
"Ya, dia sudah punya tunangan."

Jauh di dasar hatinya, ada banyak ruang untuk jawaban-jawaban yang disimpannya sendiri. Seperti juga jawaban untuk pertanyaan itu:
"Ya, karena ternyata dia tahu, aku selalu ketemuan sembunyi-sembunyi dengan mantan-mantanku. Suatu malam, dia akhirnya pergi. Tak pernah kembali, lagi."


Meracik Wajah Ikan Cara

$
0
0
Ide yang digulirkan dalam ruang makan saat berkunjung ke Depok kemudian berbuah manis: kolaborasi untuk menghadirkan kanal #DapurMama di narareba.com. Ini adalah tulisan pertama dari kanal yang secara khusus diasuh oleh mama Elda Man: Meracik Wajah Ikan Cara.

Meracik Wajah Ikan Cara
“Begitulah, makanan memang bukan melulu soal hidangan di atas meja atau ritual transformasi eksotika alam ke dalam cita rasa. Makanan juga adalah penggugat kenangan."— Narareba


Ragam Cara Menghidangkan Ikan Cara

Ikan Cara adalah salah satu ikan terpopuler bagi orang Manggarai, khususnya orang Manggarai di perantauan. Bahkan oleh-oleh dari Manggarai pun serasa tak akan pernah utuh tanpa ikan Cara. Ya, pertanyaan yang selalu muncul ketika ada saudara atau kenalan yang datang atau baru kembali dari Manggarai adalah "bawa ikan Cara, kah?"

Kalau dipikir-pikir, apa sih enaknya ikan Cara? Daging ikannya kelewat tipis. Apalagi aromanya!! Se-RT bisa tahu kalau kita sedang menggoreng ikan asin dari Pulau Bunga ini. Nah, bagaimana cara agar aromanya tidak kelewat 'pamer'? Belum ada cara jitu untuk mengatasi itu; artinya, hingga kini belum ada yang menemukan dan berbagi solusi untuk menghilangkan pamer aroma ikan Cara. Nikmati saja aroma khasnya...

Bagaimana cara menyajikan ikan Cara, sangat tergantung selera masing-masing orang. Ada yang suka dengan tapa, memanggangnya di atas bara api, tanpa bumbu apa-apa: polos. Ada juga racikan lain:  digado dengan jagung bakar, jagung goreng (latung cero) atau sebagai teman singkong rebus.

Ikan Cara juga adalah lauk yang akan selalu dirindukan di meja hidangan manapun: dipadu sambel dari 'lombok padi' khas Manggarai, plus garam dan jeruk nipis. Hmmm... Pasti maknyus. Sederhana tapi dijamin leziz. Selain tapa, bisa juga diramu dengan cara digoreng dengan minyak panas sampai kering. #DapurMama akan selalu meracik menu khas yang lain dari biasanya. Mau tahu cara meracik ikan Cara dengan cara berbeda? Yuuukkkk...

Ikan Cara Dari #DapurMama

Setelah di-tapa atau digoreng, pisahkan daging ikan Cara dari tulangnya. Daging kemudian di-suwir memanjang. Sisihkan. Iris memanjang bawang Bombai. Iris tipis tomat hijau. Cabe keriting hijau di-ulek kasar, jahe di-keprek. Kita juga butuh penyedap rasa dan garam secukupnya.

Masukan minyak goreng/minyak kelapa, tumis bawang Bombai sampai halus, lalu masukkan tomat hijau dan cabe hijau sampai berubah warna. Kemudian, masukkan garam dan penyedap rasa dan serta sedikit air untuk menambah efek basah. Terakhir, masukan suwir-an ikan Cara, diamkan sebentar sampai bumbu meresap. Angkat dan sajikan. Nah, selamat mencoba. *Mama Elda

Resep Mudah Ikan Cara Suwir Cabe Hijau

Bahan-bahan:
  1. Ikan Cara
  2. Bawang Bombai
  3. Jahe, secukupnya
  4. Tomat hijau
  5. Cabe hijau
  6. Garam
  7. Penyedap rasa
  8. Minyak, secukupnya..

Cara Membuat:
  1. Goreng ikan Cara/tapa, sisihkan daging dan suwir memanjang
  2. Tumis bawang Bombai sampai harum. Masukkan tomat, cabe hijau dan jahe keprek sampai berubah warna
  3. Tambahkan penyedap rasa dan air. Jangan tambahkan garam lagi, karena ikan Cara 'sudah asin'.
  4. Setelah mengental, masukkan suwir-an ikan Cara.
  5. Setelah bumbunya meresap sempurna, angkat dan sajikan

Sumba Sudah Dijual, Kapan Giliran Flores?

$
0
0
Pagi ini, saat mengecek narareba.com, saya terpaku di beranda. Ada iklan Adsense yang terpajang di sana. Bunyinya, "Lands for sale in SUMBA; always 30% below market price! We only sell land WE OWN." Ah, Sumba Sudah Dijual, Kapan Giliran Flores?



Sumba Sudah Dijual?

Serentetan pertanyaan kemudian langsung menyeruak saat melihat banner iklan itu. Apakah Sumba yang dicetak dengan huruf kapital itu adalah pulau Sumba-nya kita orang NTT? Kalau jawabannya "Ya!", siapa yang 'kelewat-kreatif' menjual tanah di pulau Sumba sampai harus pake acara 'via-Google-Adsense'?

Mengingat tulisan promo kecil di banner itu, "We only sell land WE OWN: kami hanya menjual (tanah) yang kami (sudah) miliki", berapa banyak tanah di Sumba yang sudah dia 'punya'? Tentunya, kalau dia berani beriklan via Google Adsense, dia punya banyak stok tanah, apalagi sampai banting harga: always 30% below market price; selalu 30 persen lebih murah dari harga pasar!

Sungguh, saya penasaran! Ada rasa ragu untuk meng-klik iklan itu, karena salah satu kebijakan Google Adsense adalah, pemasang iklan tidak boleh meng-klik sendiri banner yang dipasang di blognya. Tetapi, sudahlah. Ini urusan tentang kampung halaman. Ini tentang Flobamora. Ini tentang, apakah Sumba sudah dijual, kapan giliran Flores?Iklan itu akhirnya saya klik!

Pertanyaan yang Terjawab Satu Demi Satu

Browser mengarahkan saya ke halaman sebuah website: www.01islands.com. Pertanyaan yang tadinya saya simpan sejak awal akhirnya terjawab satu demi satu. Pertama: betul, ternyata itu iklan tentang Sumba-nya kita orang NTT. Sangat jelas tertera di situ: Sumba is an island in eastern Indonesia, is one of the Lesser Sunda Islands, and is in the province of East Nusa Tenggara.

Kedua: penjualnya adalah 01islands.com, yang sepemberitahuan Google merupakan bagian dari proyek PT. Kosong Satu, Bali. Saya pun menuju kosongsatu.com, dan ternyata benar. Website 'penjual Sumba' itu juga tercantum di sana sebagai salah satu web-project mereka. Nama contact person yang tertera di 01islands.com juga ada di keterangan tentang PT. Kosong Satu: "The company was founded by Anaïs Favali, Omri Ben-Canaan in 2013. We also have a team of 5 web developers (Komang, Riana, Raka, Jep and Gede) and one Marketing Guru (Ibu Widi). We are still hiring as the company expands."

Ketiga: ternyata ada banyak tanah dan properti di Sumba yang 'sudah dia punya' dan 'mau dia jual'.  Berikut daftar tanah yang dijual (atau sudah terjual) yang dipajang di sana:
  1.  Land for sale in Mandorak, west Sumba: The land was a total size of 5,25 hectares that can be divided into parcels of 1ha or more. 3,25ha are already sold. 2ha are available now.
  2. Land for sale in Marosi, south Sumba: This± 3,7 hectare land boasts a breathtakingly amazing view on the Indian Ocean ... very close to the world famous 5 star Nihiwatu eco-resort.
  3. Sumba cliff for sale very close to Tambolaka: This 2 hectare cliff is located in the Bukambero area and boasts an incredible view on the Sumba Strait.
  4. Sumba land for Sale in Kodi, South Sumba: This land is located in Karang Indah (near Kahale, south-west Sumba), some 60 minutes from Tambolaka airport. The land has a total size of 70 hectares that can be divided into parcels of 5ha and 10ha plots.
  5. Land for sale in west Sumba, located near Tambolaka (north-west Sumba): This 4 hectare land is located near Tambolaka (north-west Sumba), some 20 minutes from Tambolaka airport.
  6. Masih banyak lagi tanah yang 'sudah dia punya' dan 'mau dia jual' lagi. Karena saya tidak bermaksud mempromosikan ulang, keterangannya saya batasi di sini. Maaf. Silahkan langsung ke websitenya untuk mencari tahu lebih jauh.


Salah satu contoh video dari tanah pulau Sumba yang dijual


Siapa "Omri Ben-Canaan"?

Nama yang tercantum di kontak website 'penjual Sumba' dan sekaligus pendiri PT. Kosong Satu itu adalah Omri Ben-Canaan. Sepintas, mendengar nama itu saya teringat dengan David Ben-Gurion: tokoh yang menurut catatan sejarah adalah pemimpin legendaris komunitas Yahudi di Palestina. David Ben-Gurion adalah 'pahlawan Israel' yang pada tahun 1948 secara resmi menyatakan pendirian Negara Israel sekaligus menjadi orang pertama yang menandatangani Deklarasi Kemerdekaan Israel.


Apakah dari kemiripan penulisan nama-nya, Omri Ben-Canaan juga adalah bagian dari komunitas Yahudi diaspora? Entahlah. Terlalu dini untuk mengarah ke kesimpulan itu. Sepembisikkan Google, ia terdata pernah tinggal dan bersekolah di salah satu sekolah ternama di Perancis, Lycée Michelet (Vanves).

Omri Ben Canaan juga tercatat pernah menjadi casting director dan sutradara untuk sejumlah film Perancis yang masuk dalam nominasi sekian penghargaan bergengsi, di antaranya; Irreversible (2002), Irina (2002) dan Wild Side (2004). Terakhir, ia juga bahkan masih terekam sebagai salah satu aktor dalam film yang dirilis pada tahun 2014 kemarin: Macadam Baby.


Film "Macadam Baby" yang juga dibintangi Omri Ben-Canaan


Kapan Giliran Flores?

Jika Sumba sudah dijual, kapan giliran Flores? Mungkin saja, Flores sudah dijual jauh-jauh hari sebelum Sumba di-Adsense-kan oleh Omri Ben-Canaan. Dari kasak-kusuk yang beredar, sejumlah artis ternama negeri ini bahkan sudah punya "pulau" dan berhektar-hektar tanah di Labuan Bajo - Flores. Mungkin ada yang akan menyeletuk, "Kalau emang benar, masalah buat lo?!".

Entah bagi siapapun, tetapi bagi saya, ketika persoalannya sudah se-parah kasus Pantai Pede, ini menjadi masalah yang perlu didalami secara serius; dengan publikasi terbuka atau penelusuran terselubung. Dan lagi, sebelum mandi, menutup laptop, dan akhirnya berangkat ngo ciwal uma,saya hanya ingin menegaskan satu hal: tulisan ini tidak berniat untuk mengganggu lahan pekerjaan siapapun yang tidak merampas kampung halaman kami. Tabe.

Video dan Lirik Lagu "Ite Manggarai"

$
0
0
Video dan lirik lagu "Ite Manggarai"persembahan Manggarai-Jogja Unity Project: apresiasi narareba.com untuk kolaborasi kreatif para enu molas dan nara rebaManggarai. Semoga penghargaaan akan karya-karya kreatif dalam bidang musik ini akan semakin membesarkan nama kuni agu kalo sekaligus menguatkan jalinan persaudaraan antar-sesama saudara di tanah perantauan.

Manggarai-Jogja Unity on "Ite Manggarai" Project: Dhyon/An/Gisel/Mecil Ft. Lipooz (Vocal), Aris (Guitar), Deny Bosko (Director), Ferry Jehadut (D.O.P). - Produced by: Debooz Studio


Lirik Lagu "Ite Manggarai

Tenang tana loas dami e
Landing rahit ali deu ka'eng ge
Lage tacik limbang ge
Weong nai dami ta, ende

Ce'e tana jawa lako anak me
Kawe mose cala molor ngger olo ne
Kukut lami kuni e
Agu kalo pede me, ende

---
Reff :
Ai deng kin tedeng lami songke
Leteng mane nuk meu one
Landing le tadangn tana dading, weong nai ge..

Ai nuk kin pede dise ende
Lalong rombeng koe du kolem
Landing le tadang tana dading, weong nai ge..

Ngaji te ciri ata molor mose de, latangt beo de
---

Neka hemong sangged adak e
Hitu bokong teing dise empo de
Kudut di'a wintuk mose
Kaeng one tana data, ieee...

Molas danding sale natas e
Reba lomes caci sesek sapu ne
Neka peleng neka pali
te ata manggrai, ieee ... (Reff.)

Rapp:
Lage pisan tacik lakon wa'i ho'o
Te itan laku tanah data, cala molorg
Leng duatn wie tana agud cumangn gula ucap
Kamer bekek, nolak pucu, te kawe bokong

Toe te kawe boran mose
Toe ata kudu losi one mai mose lengge
Ai lorong pede dise lopo, latang ite empo
Te ciri di'a mose hoo latang ise ema ende musi beo
Tiong aku caig, te la'at tanah kuni agu kalo ... (Reff.)

Video dan Lirik Lagu daerah "Ite Manggarai"

Atas Nama Klik Yang Maha Kuasa - Sebuah Catatan

$
0
0
Meski aturan baku-nya masih diperdebatkan, saya sepakat bahwa etika, etiket dan pedoman perilaku, selayaknya menjadi perhatian dari masyarakat dunia maya. Catatan ini ditulis ketika sebuah media lokal Flores, menurut catatan saya, melanggar "Term of Service" blog Nara Reba Manggarai.

Atas Nama Klik Yang Maha Kuasa - Sebuah Catatan


Kembali Menulis dan Meremajakan Blog

Sekembali dari Solo - Jawa Tengah, akhir Oktober kemarin, saya memutuskan untuk meremajakan blog ini. Api yang ditularkan oleh rekan-rekan #NasionalBootcamptentang Growth Hack Marketing di jagad online membuat saya memikirkan ulang arah narareba.com ke depannya, "siapa narareba.com" di antara ramainya antusiasme orang Flores untuk menulis blog dan membentuk media online.

Ternyata, "meremajakan" blog bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi yang saya pertaruhkan di blog ini adalah nama #NasionalBootcamp dan pekerjaan saya sebagai seorang Digital Media Strategist di sebuah media online di Jakarta. Dua minggu saya berkutat dengan itu. Cukup menyita waktu, mulai dari mengutak-atik template, merumuskan ulang keywords (kata kunci), kembali menulis satu-dua artikel baru, dan menuliskan "pilar dasar" blog: halaman About, Privacy Policy, Term of Service, Contact, dan Sitemap yang saya tempatkan baris pertama tampilan desktop.

Saya akui, meremajakan blog bukanlah pekerjaan mudah. Itu yang kemarin saya "curhatkan" di timeline Twitter Narareba setelah "meremajakan" satu lagi static page blog ini:

Tentang Lagu "Ite Manggarai"

Di awal subuh tadi, seperti yang sudah dibiasakan sejak sebulan terakhir, saya bangun dan membuka laptop: mengecek kondisi website tempat saya bekerja, memantau dan mencatat alur traffic pengunjung, mempersiapkan rencana kerja hari ini dan akhirnya membuka check list yang masih  harus saya kerjakan untuk memperbaiki blog Nara Reba Manggarai.

Ah, masih banyak pe-er untuk blog ini. Kalaupun harusmemakai istilah "kejar deadline", di sela waktu antara pekerjaan utama dan urusan lain, masih butuh waktu sebulan lagi, sepanjang Desember. Mengingat itu, saya lalu memutuskan untuk mengecek "kondisi" tulisan terakhir yang diupload untuk dianalisa "plus-minusnya", sebelum mulai menulis artikel yang baru.

Tulisan yang terakhir adalah tentang lagu "Ite Manggarai", yang diupload setelah sebelumnya meminta izin-share kepada kesa Dhyon Ngangu, salah seorang vokalis dalam lagu hasil kreasi Manggarai-Jogja Unity Project tersebut. Saya lalu teringat dengan notes kecil yang saya catat kemarin siang saat memantau artikel tersebut di beranda Search Engine: tentang huruf "I" dan "A" yang sengaja saya pertahankan dalam penulisan kata (I)te ata mangg(A)rai, ieee ... .

Pagi tadi, beberapa saat setelah tulisan ini di-share, telah ada konfirmasi dan permintaan maaf yang disampaikan ke narareba.com. Mengapresiasi itu, postingan yang sebelumnya panjang ini saya potong sampai di sini. Bagi yang masih ingin membaca tulisan selanjutnya, silahkan klik pada tombol "show" yang ada di sudut bawah postingan ini. Salam salut dan hormat dari saya untuk kesediaan serta keterbukaan kita semua dalam menerima serta menanggapi berbagai masukan dan saran yang membangun demi mewujudkan komunitas online Nuca Lale yang edukatif. Dari hati yang paling dalam, saya meminta maaf kalau pada hari ini saya sudah bertindak terlalu pedas. Salam hangat persaudaraan, tabe.


Kemarin, di beranda Google, artikel itu terpajang di posisi kedua dalam pencarian untuk keywords "Ite Manggarai", persis setelah link video aslinya. Pagi ini, saya terkejut. Hasil pencarian untuk kata kunci yang sama telah berubah total. Posisi satu dan duadi halaman Google untuk keywords"Ite Manggarai" telah ditempati oleh link tulisan dari rekan-rekan Floresa.co.

 Tentang Lagu "Ite Manggarai"

Lagu yang juga "mengundang" Kaka LIPOOZ itu memang sedang tenar diperbincangkan. Tidak heran ketika rekan-rekan dari Floresa juga mengangkatnya ke dalam "dua berita khusus". Di satu sisi, saya senang karena lagu itu akhirnya banyak disebarkan kepada ase-ka'e Manggarai di jagad online. Persis itu juga-lah yang beberapa hari sebelumnya saya tuliskan dalam status di dinding Facebook:

Semoga penghargaaan akan karya-karya kreatif dalam bidang musik ini akan semakin membesarkan nama kuni agu kalo...
Posted by Obeth Bellarmin Thundang on 27 November 2015

Di sisi lain, jujur, saya juga sedih. Dengan terlempar ke posisi tiga pencarian Google.com, ada banyak hal yang masih harus diperbaiki di blog ini. Saya harus mengakui ketekunan kerja dan kelihaian rekan-rekan Floresa dalam melihat peluang keywords dan traffic tentang lagu "Ite Manggarai" ini. Saya lalu membuka link yang ada di urutan pertama Google itu dengan maksud berkaca sekaligus mempelajari apa kelebihan mereka sehingga bisa mengambil hati Google: berada di "nomor satu - halaman satu".

Copy - Paste: Atas Nama Klik yang Maha Kuasa
Saya terkejut. Sungguh!! Membaca artikel tentang Video dan Lirik Lagu "Ite Manggarai" yang ada di Floresa itu membuat saya marah. Bukan tentang tulisannya yang tidak berbeda jauh dengan artikel yang pernah saya muat di narareba.com, tetapi tentang liriknya! Betapa tidak, saya berani menjamin kalau lirik yang dimuat dalam artikel tersebut adalah lirik COPY-PASTE dari blog narareba.com. Oh!!

Ya. Saya mengenali "format" dan "gaya menulis" yang saya pakai, karena ada alasan di balik penulisan setiap tanda baca maupun salah ketik yang saya buat. Di tulisannya, mereka melakukan copy-paste bahkan tanpa memperbaiki kurang huruf yang (sengaja) saya lakukan di #Narareba: penulisan kata (I)te ata mangg(A)rai, ieee ... . Berikut perbandingannya:

Lirik Lagu "Ite Manggarai" Versi Youtube
Penulisan kata pertama di setiap baris lirik lagu "Ite Manggarai" versi Youtube menggunakan huruf kecil. Selain itu, akhir dari setiap baris diramaikan dengan sejumlah titik-titik.
 Lirik lagu "Ite Manggarai" versi Youtube


Lirik Lagu "Ite Manggarai" Versi narareba.com
Penulisan kata pertama di setiap baris lirik lagu "Ite Manggarai" versi narareba.com menggunakan huruf besar. Titik-titik akhir yang dipakai di narareba.com hanya ditempatkan di baris tertentu. Selain itu, ada kesengajaan pengurangan penulisan huruf "I" dan "A" dalam baris (I)te ata mangg(A)rai, ieee ... untuk kepentingan "tracking".
Lirik Lagu "Ite Manggarai" Versi narareba.com

Lirik Lagu "Ite Manggarai" Versi Copy - Paste
Penulisan kata pertama di setiap baris lirik lagu "Ite Manggarai" versi rekan-rekan Floresa sama persis dengan yang dipakai di narareba.com: menggunakan huruf besar. Demikian pun penggunaan Titik-titik akhir yang ditempatkan hanya pada baris tertentu. "Ketahuannya" persis di hilangnya huruf "I" dan "A" dalam baris (I)te ata mangg(A)rai, ieee ...
Lirik Lagu "Ite Manggarai" Versi Copy - Paste

Ini hanya hal kecil, mungkin: hanya tentang lirik lagu. Akan tetapi, pelanggaran terhadap Term of Service yang sudah cape-cape saya buat dan tempatkan di baris pertama blog ini, tidak bisa ditolerir. Selain sebagai pembelajaran untuk tindakan "copy-paste", ini juga adalah seruan untuk media online untuk tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan "klik" dan "traffic". Semoga, "Atas Nama Klik Yang Maha Kuasa" bukanlah tuan dan "tuhan" untuk menjaring pengunjung dan iklan.

Catatan Akhir #Narareba

Saya kenal baik dengan rekan-rekan penulis Floresa. Memajang catatan ini dan menyebarluaskannya di media sosial bukanlah tanda bahwa saya benci atau punya dendam tertentu dengan semua atau salah satu di antara mereka. Kami masih tetap bersahabat, sejak di Kisol dan kini di Jakarta. Ini adalah sebuah sumbang-saran: karena hanya seorang sahabat yang berani mengkritik di depan dan bukannya di belakang-belakang.

Karenanya, ini adalah bentuk kepedulian sekaligus batu-uji bagi rekan-rekan Floresa dalam melaksanakan visi yang tercantum dalam halaman websitenya: "hadir sebagai suara kritis, yang mengingatkan, mengawasi dan akan terus menyalurkan suara protes. Dan karena itulah, kami yakin, kami bukanlah musuh siapapun, tapi teman seperjalanan untuk meraih cita-cita bersama: mewujudkan kesejahteraan bersama."

Selamat pagi, selamat mempersiapkan Desember. Selamat mempersiapkan kelahiran Sang Pembawa Perubahan. Salam hangat persaudaraan, tabe.

Jejak Narareba Di Kota Tua - Jakarta

$
0
0
Kota Tua - Jakarta adalah salah satu tempat untuk bisa bercengkrama sekaligus "cuci mata" di malam hari. Ini adalah cerita (lagu) yang muncul saat suatu malam, narareba dan seorang sahabat bercengkrama di sana, curhat tentang kehidupan sambil bernostalgia tentang kampung halaman: Manggarai - Flores.

Jejak Narareba Di Kota Tua - Jakarta
Kota Tua Jakarta (Oud Batavia) adalah sebuah wilayah kecil di Jakarta yang sejarahnya diawali dengan munculnya kerajaan Padjadjaran, jauh sebelum kedatangan Portugis, Belanda dan Jepang ke Indonesia. Mengingat besarnya nilai warisan sejarah yang dimilikinya, pada tahun 1972, wilayah ini diresmikan sebagai situs warisan oleh oleh Gubernur Ali Sadikin.


Jejak Narareba, Suatu Malam di Jakarta

Di suatu malam, saat kami sedang duduk bersila menikmati keramahan Kota Tua - Jakarta; ada sepeluk gitar tua dan ajakan seorang sahabat: "Nyanyikanlah sebuah lagu.."

Lagu ini pun mengalir. Pelangi Di Matamu, sebuah lagu lawas dari gruop band yang menjadi dewa musik pada masanya, pada masa kami SMA: #JAMRUD. Lagu itu dipilih begitu saja dari ingatan, ibarat tangan anak kecil yang dimasukkan ke dalam kaleng biskuit kenangan dan meraba-raba, kemudian mendapatkan satu. Persis seperti itu..

Tidak ada yang 'wah' dari lagu ini untuk dipamerkan, tetapi ia mungkin punya 'sesuatu' untuk diceritakan. Ia adalah lagu yang dulu dinyanyikan dengan gitar tua yang berbeda di jalanan Jakarta; semasa blog narareba belum ada, dan pengamen Ibukota adalah pekerjaan utama selain kuliah.

Sekarang, delapan tahun berselang, ketika dinyanyikan lagi di Kota Tua, ada kenangan yang mengikuti setiap nadanya. Kenangan bahwa hidup juga adalah sahabat tidak banyak bicara. Delapan tahun HIDUP di Jakarta adalah tahun-tahun yang hening; masa-masa yang selayaknya disimpan dalam peti untuk direnungkan, sebagai bekal yang nantinya dikisahkan kembali kepada anak dan cucu..

Tiga puluh menit, di Kota Tua.. Kami duduk bersila di tengah keramaian: aku dan seorang sahabat, gitar tua yang sedang tak dipakai pengamennya, dua gelas kopi, sebungkus rokok, camilan yang masih tersisa separuh, seekor anjing yang berbaring malas di dekat kami meletakkan sepatu, dan sepotong kamera kecil. Di tengah-tengah suasana itu, lagu ini dinyanyikan: titipan jejak narareba di Kota Tua.

Bukan soal bagus dan tidaknya, kenapa lagu ini akhirnya diupload juga. Ini tentang membahasakan perasaan berbagi. Berbagi kenangan. Berbagi perasaan. Berbagi hidup. berbagi cerita tetang perjalanan. berbagi cerita tentang Jakarta.

Karena, apalah arti kebahagiaan [juga kesedihan] jika disimpan sendiri?

30 Menit di Kota Tua - Jakarta

Setelah kemarin bergulat dengan kemelut di catatan "Atas Nama Klik Yang Maha Kuasa", kemudian terpikir: kenapa tidak menguplaod lagu sendiri? Video "30 Menit di Kota Tua - Jakarta" ini akhirnya saya pindahkan dari Youtube ke Narareba. Kualitasnya jauh dari bagus, apalagi kalau harus disandingkan dengan lagu Ite Manggarai karya rekan-rekan dari Jogja.


Ya. Mungkin karena saya bukan penyanyi; hanya seorang blogger yang sedang belajar menulis dan mencoba berbagi. Akhir kata, selamat menonton. Senang bisa berbagi, tabe.

Pendopo Ageng Mangkunegaran - Jejak Narareba

$
0
0
Ada yang belum dikisahkan di narareba.com; kisah perjalanan ke Solo - Jawa Tengah, akhir Oktober lalu. Beruntung, Facebook masih utuh menyimpannya, terlampir sebagai catatan atas foto langit-langit Pendopo Ageng Mangkunegaran. Ini adalah jejak perjalanan Narareba yang diiringi terimakasih tak terhingga.

Pendopo Ageng Mangkunegaran - Jejak Narareba
Karena Nasional Bootcamp. Itu yang menjelaskan, kenapa sampai saya bisa 'terdampar' di Solo. Puji Tuhan, saya dan seorang teman dari Bali (Fatkur Rohman), terpilih sebagai pemenang tiket Growth Hack Marketing dari #NasionalBootcamp19. Tulisan ini aslinya terpisah dalam dua bagian bertemakan wujud terimakasih untuk dukungan para sahabat Facebook. - @narareba


Suatu Hari di Pendopo Ageng Mangkunegaran

Di bawah titik pusat langit-langit Pendopo Ageng Mangkunegaran, Solo..

Saya terbaring. Diam. Dengan tangan yang menggenggam kamera, dengan hati yang menjaring ingatan yang tercecer di mana-mana. Sang guide muda yang baik hati, seakan memberi saya ruang untuk mendiamkan diri di situ. Ia mengambil jarak: menjauh, tetapi tidak pergi.

Diam yang sejenak itu seakan jadi rangkulan jeda untuk apa yang disampaikannya sejak berjabat tangan dan menyebutkan namanya: "Wahyu". Nomen est omen, nama adalah tanda, begitu kata pepatah Latin. Seperti juga sejak tadi, Wahyu, dengan caranya yang sabar, berusaha menerangkan dalam kata yang paling ringkas dan lugas sepenggal kisah Babad Tanah Jawi kepada saya; seorang pemuda dari pedalaman Manggarai Flores.

"Silahkan saja, Mas" begitu katanya tadi sesaat sebelum menjauh ketika saya meminta sedikit waktu untuk mengambil foto langit-langit Pendopo Ageng Mangkunegaran. Take your time.. Ya, selain sedang belajar mengabadikan ruang dalam foto, saya juga butuh waktu untuk sedikit merenungkan semuanya, ringkasan panjang penuh filosofi sarat makna itu.

Saat dilihat dari jauh, Pura Mangkunegaran seakan mempunyai tingkatan-tingkatan. Sewaktu tadi saya tanyakan itu, jawaban Wahyu kira-kira begini... Wujud bangunan yang (lantainya) makin tinggi di tiap tingkatannya menggambarkan tingkatan dalam perjalanan kehidupan manusia: Pendopo Ageng, Pringgitan, dan kemudian Dalem Ageng. Salah satu makna yang kemudian dijelaskannya adalah: "menjalani proses" merupakan salah satu kunci penting dalam kehidupan. Kebanyakan orang kini lupa dengan itu; hanya menginginkan hasil, tetapi lupa dengan proses - dan bahkan "melompati proses" dengan cara-cara instan.

Ibarat Dalem Ageng yang "tersembunyi" dari luar, begitulah hidup manusia. Kita hanya bisa menjalaninya, mengalir bersama proses dengan sebaik-baiknya; hasil akhirnya tetaplah ada di tangan Sang Pencipta. Menarik bahwa Wahyu menggunakan istilah "Gusti sing ngecat lombok" (Dia yang Mewarnai Lombok/Cabe untuk menyebut kata "Tuhan". Bagaimana lombok itu bisa berubah warna dari hijau menjadi merah? Itulah karya Sang Pencipta. Bagaimana kehidupan kita esok atau bahkan setelah kematian? Itu menjadi "rahasia" dari Sang Pencipta. Yang kita bisa lakukan saat ini sebagai manusia adalah menjalani proses kehidupan dengan sebaik-baiknya.

Tetapi Wahyu juga menambahkan di akhir ceritanya tadi, melakoni proses dan tidak bermental instan, juga mesti dihayati dalam sikap "ojo ngoyo", effortless, mengalir, "ngalir aja". Ah.. Untuk itulah saya butuh waktu untuk mengambil jeda di bawah kubah ini. Semuanya lumayan rumit untuk dipahami sekaligus dalam seperjalanan kaki..

Juga, sambil berbaring di bawah pusat kubah ini saya merenungkan satu hal: perjalanan saya hingga bisa berada di Solo pada hari ini adalah sebuah proses yang melibatkan banyak orang dan banyak hal di dalamnya. Untuk itu, di rangkaian catatan awal saya tentang "Sejanak Berkunjung Ke Surakarta", saya ingin mengucapkan terimakasih kepada Adik-Kakak, Mama-Bapa, Rekan-Kenalan, serta sahabat-sahabat Facebook yang telah mendukung saya hingga bisa memenangkan satu tiket perjalanan Seminar ke Solo ini. Terimakasih juga kepada pihak Nasional Bootcamp yang telah menyeleksi dan memilih saya sebagai satu dari dua orang pemenang dari antara peserta lainnya.

Pada akhirnya, rasa terimakasih tak terhingga ini juga saya sampaikan kepada keluarga besar Jitu News untuk segala bentuk dukungan dan pengertian yang memungkinkan saya memperdalam ilmu di kota bersejarah ini. Semoga pada akhirnya, Gusti Sing Ngecat Lombok memperhatikan dan merahmati kebaikan hatimu dengan berkat yang melimpah sepanjang hari-hari dalam perjalanan hidupmu.

Solo, 21 Oktober 2015. Teriring rasa syukur yang mendalam, tabe.

Sebelumnya, di Narareba ...

Dari hati yang paling dalam, di awal subuh ini saya mengucapkan berjuta terimaksih untuk dukungan dari ade dan kaka, mama dan bapa, om dan tanta, serta para sahabat dan kenalan dalam bentuk like dan share untuk kreasi sederhana ini. Lomba ini akan ditutup pkl. 12.00 WIB siang nanti dan hasilnya akan diumumkan oleh panitia #NasionalBootCamp pada tanggal 15 Oktober 2015.

Saya sangat berharap bisa menang dan ikut serta dalam kegiatan #NBC19SOLO nanti. Namun sekiranya tidak terpilih, kebahagiaan terbesar saya adalah kerelaan dan dukungan yang terus mengalir sejak foto ini di-share di beranda Facebook. Sebentuk doa dalam nada syukur adalah hal terbaik yang mungkin bisa saya lakukan atas cinta dan perhatian itu; semoga ade dan kaka, mama dan bapa, om dan tanta, serta para sahabat dan kenalan selalu diberkahi dengan rahmat berlimpah dari Sang Pencipta.

@narareba on Nasional Bootcamp
Special Thanks to: Enu Sriendra Jelalu, Mama Koe Mersiana Eldis, Mas Sha Ied, Mas Satria Budi, Kak Castara Tara New, Kak Illo Djeer, Mama Katarina Mogi, Weta Selvii, Weta Proyeta Manchistri Unitri, Weta Yuni Safrudin, My lovely Sista Sicilia Glory Marnelly, Mas Darojat Agung SA S.H., Bang Ada Yank, Weta Avenia Menna, Ema Koe Willi, Ase Van Soverdi, Frater Elyas, Ema Koe Laurens Guntur, Mama Imelda Man-Nggao.. serta Kraeng Iuz Aryezta yang dengan rela hati telah men-share foto ini di timelinenya.. Tuhan memberkati.. Salam hangat, +Narareba

Bangkai Pesawat Di Kota Ruteng

$
0
0
Samar dalam ingatan Narareba, pernah ada yang menceritakan hikayat tentang bangkai pesawat yang teronggok di sisi selatan kota Ruteng - Flores. Arsip internet masih masih menyimpan foto-fotonya bertanda tahun 2012. Bagaimana riwayatnya kini?

Bangkai Pesawat yang terbengkalai di Kota Ruteng


Jakarta di Akhir Pekan: Nyasar di Pesawat

Akhir pekan di Jakarta siang ini. Hujan awal Desember baru saja berhenti. Rasanya enggan untuk beranjak dari depan laptop. Jalanan pasti masih basah dan keriuhan macet pasti baru saja dimulai lagi setelah tadi sempat senyap dibungkam gemuruh guntur dan rintik hujan. Iseng-iseng, saya lalu mencari materi pendukung artikel tentang Manggarai di beranda Google.

Cukup lama, sampai tak terasa segelas kopi yang tadi diseduh, kini tinggal ampas terbalut gelas. Ada belasan tab browser yang masih belum ditutup saking keasikan berselancar membuka link ini dan itu. Sebelum kembali menyeduh segelas kopi yang baru, saya bermaksud untuk menutup semua tab browser yang masih terbuka. Lima tab browser ditutup satu demi satu sampai akhirnya saya tertambat di halaman seorang fotografer web Panoramio, Simon Potter.

Saya sendiri  sudah lupa, kenapa tadi bisa nyasar ke halaman itu. Saya terpincut dengan salah satu foto yang terpampang di sana: foto Simon Potter tentang sebuah pesawat yang seolah menyembul dari balik semak. Ah, saya kenal baik dengan objek foto itu! Tidak salah lagi, itu adalah bangkai pesawat (Merpati?) yang teronggok di sisi selatan kota Ruteng!!

Bangkai Pesawat di Kota Ruteng?

Bangkai pesawat itu, seingat saya, sudah ada di sana saat saya menghabiskan masa kecil di Ruteng. Uniknya, bangkai pesawat itu ada di selatan kota Ruteng dan bukannya di sisi utara kota, di dekat Bandar Udara Frans Sales Lega (nama bupati kedua Manggarai yang memprakarsai pembangunan bandar udara yang dulunya diberi nama Satar Tacik). Kenapa bangkai pesawat itu justru ada di bagian selatan kota?

Penampakan pintu bangkai pesawat di kota Ruteng

Pertanyaan yang lebih menggoda dari itu sebenarnya adalah, kenapa sampai ada bangkai pesawat di kota Ruteng? Samar mencuat dari ingatan masa kecil jawaban yang pernah diterima untuk pertanyaan yang sama: itu adalah pesawat yang dulunya gagal mendarat di Satar Tacik. Jawaban itu kini terasa tidak memuaskan lagi; belum cukup menenangkan riak penasaran yang terus mengganggu di kepala.

Apa jenis pesawat itu dan kenapa kecelakaan (gagal mendarat) pesawat itu bisa terjadi? Kapan persisnya kecelakaan itu terjadi? Apakah kecelakaan itu menelan korban jiwa? Kenapa bangkainya dibiarkan teronggok begitu saja? Siapa pemilik (penanggungjawab) bangkai pesawat itu kini: pemerintah kabupaten Manggarai, maskapai penerbangan, atau pemilik tanah tempat bangkai pesawat itu 'dibiarkan'?

Ke Mana Pemilik Bangkai Pesawat?

Sepencarian saya, Google juga tidak menyimpan catatan tentang bangkai pesawat itu. Ia seakan-akan lenyap ditelan arus cerita sebelum internet sempat menjamah kota. Ia seolah-olah "ada begitu saja" dan tak perlu di-online-kan sebagai informasi berharga: catatan untuk anak cucu Manggarai di kemudian hari. Ah, maafkan saya yang kelewat menuduh dan curiga.

Ke Mana Pemilik Bangkai Pesawat di kota Ruteng?

Mungkin kondisinya terbengkalai karena ia memang sengaja ditingggalkan begitu saja. Ia mungkin dianggap sebagai anak haram sejarah penerbangan Indonesia yang tak akan diakui dalam arsip dan dilestarikan sebagai pengingat, baik oleh Pemkab Manggarai maupun oleh maskapainya. Ah, sekali lagi, maafkan saya. Saya kelewat menuduh dan terlalu curiga. Itu kan foto tahun 2012? Siapa tahu, perkembangan terakhir tentang bangkai pesawat itu sudah lain, sudah beda cerita. Benarkah?

Bangkai pesawat Ruteng yang terlantar

Sejarah penerbangan Indonesia pernah menyebutkan, ada lima pesawat hilang yang belum ditemukan sampai sekarang. Salah satunya adalah pesawat Merpati Nusantara Airlines yang terbang dari Bima menuju Ruteng. Sang Merpati, yang mengantongi nomor penerbangan 6715, diduga menghilang karena cuaca buruk pada 10 Januari 1995. Hingga kini, pesawat yang mengangkut 4 orang kru dan 10 orang penumpang itu belum ditemukan. "Hanya itu" (dan semoga tidak akan pernah lagi) arsip Google tentang kecelakaan pesawat yang terkait dengan Ruteng - Flores.

Bangkai pesawat yang menyati dengan kandang babi

Tanpa mengabaikan simpati dan duka mendalam atas kejadian itu, pertanyaan yang terasa menggelitik dan tidak mampu disembunyikan adalah, apakah jika bangkai pesawat itu ditemukan, nasibnya akan sama dengan bangkai pesawat yang terbuang di selatan kota Ruteng? Mungkin ya, mungkin juga tidak. Bisa jadi, tidak akan ada Maskapai yang peduli dengan bangkai pesawat yang terdampar di kota sekecil Ruteng. Atau mungkin saja karena, meski diuangkan sebagai "besi tua", bangkai pesawat yang terdampar di kota sekecil Ruteng tak akan punya harga sama sekali.

Saksi Sejarah Penerbangan Indonesia

Foto-foto ini diangkat kembali dari halaman aslinya untuk menggugah jawab atas misteri yang disimpan bangkai pesawat itu. Pada saat yang sama, ada tanya yang turut dititipkan: siapa pemilik bangkai pesawat itu, dan kenapa ia dibiarkan terlantar? Tentu bangkai itu bukan milik (pribadi) seseorang. Kalaupun bangkai pesawat itu milik pribadi, tentu ada sejarah, siapa yang sebelumnya bertanggungjawab untuk anak haram transportasi udara Indonesia itu?

Berikut adalah peta lokasi bangkai pesawat di sisi selatan kota Ruteng itu. Mungkin akan ada sahabat blogger berikutnya yang turut tergugah dan menulis tentang perkembangan terkini dari rongsokan itu. Mungkin juga pemiliknya akan kembali teringat, bahwa ada "kepunyaannya" yang terbuang begitu saja di sudut sebuah kota kecil di kaki pegunungan sirkum Pasifik; tergelatak menjadi tanya untuk sejarah tentang kemarin, hari ini, dan masa depan kualitas penerbangan di Indonesia. Berkunjunglah ke sana.




Ruteng - Jejak Perjalanan

$
0
0
Bagi Narareba, Ruteng adalah segalanya. Ia tidak akan pernah bisa utuh digambarkan dalam satu kalimat definitif atau bahkan se-halaman artikel website. Namun, meminjam istilah menu kedai kopi,  'segalanya' itu harus di-espresso-kan juga dalam segelas jejak perjalanan untuk menyajikan jawab atas pinta para sahabat: "Ceritakan tentang Ruteng, kotamu itu."

Kain Songke Ruteng dalam Jejak Perjalanan Nara Reba

Ruteng, Kota Kelahiran (Birthplace)

Saya mengenal Ruteng, sejak dalam kandungan mama. Karenanya, Ruteng bukan hanya ibukota kabupaten Manggarai - Flores - NTT, tempat nama saya tercatat dalam akta kelahiran Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Bagi saya, Ruteng pertama-tama adalah ibu pertiwi, karena dalam rahim buminya yang ramah, saya dikandung mama hingga akhirnya terlahir ke dunia membawa panji-panji zodiak kelinci.

Saya berdarah Ruteng; merahnya adalah warisan genetik Waling - Riwu dan Manus - Mukun yang dipadu dengan tanah-pijak, air-minum, hasil-bumi dan nafas-hidup dari sang Mori Kraeng melalui ibu pertiwi . Meski pecahnya kabupaten membuat saya seakan dipindah-kotakkan lalu dilabeli "orang Manggarai Timur", saya tetap mengaku sebagai "Orang Ruteng". Bagaimana mungkin saya mendurhakai ibu pertiwi saya sendiri?

Tentunya, saya akan tetap menjadi anggota suku Ntangis - Waling, identitas terberikan yang diwariskan bapa. Saya juga akan selalu bangga berbahasa Manus - Mukun karena saya adalah bagian yang tidak terpisahkan dari itu, anugerah bawaan yang diterima dari mama. Namun, itu tidak  serta-merta menghapus identitas yang diberikan kesempatan-hidup kepada saya, menjadi orang Ruteng: dikandung dan dilahirkan di kota yang menjadi jantung kehidupan Manggarai Raya pada masa itu.

Ruteng, Kampung Halaman (Hometown)

Ya, Ruteng adalah kampung halaman yang dimaksud dalam definisi hometown: the town where you grew up or where you have your principal residence. Saya menghabiskan tahun-tahun pertama di Ruteng, sejak akhir dekade 80-an hingga di penghujung milenium kedua. Di tahun-tahun setelahnya, di setiap kesempatan liburan, saya pun akan selalu kembali ke Langgo - Ruteng, ke tempat yang saya sebut "rumah" dalam arti sebenarnya.

Jujur, saya kesulitan. Memahami Ruteng sebagai "rumah" yang akan selalu menjadi tempat untuk pulang, dan sebagai "kampung halaman" yang akan selalu menjadi tempat untuk kembali, tidak akan pernah cukup untuk dibahasakan di sini. Memaksa diri untuk melakukannya pun akan sia-sia. Itu ibarat meminta seseorang membuat ringkasan jejak sepanjang tujuh paragraf atas sebuah film berdurasi 12 tahun yang baru saja ditontonnya.

Mungkin durasinya tak harus selama itu, 12 tahun. Barangkali, gambaran tentang Ruteng sebagai kampung dan halaman sekaligus rumah pada saat yang sama bisa didapat dari video-tanpa-kata berikut ini. Video ini adalah oleh-oleh Michael LAM, seorang vlogger yang pernah singgah di Ruteng dan membahasakannya dalam kebisuan berdurasi 6 menit 20 detik.



Ruteng,  Dalam Jejak Perjalanan

Pada akhinya, Ruteng adalah sebuah kata dan kota yang tidak akan utuh tertangkap dalam gambar dan cerita tanpa pernah menjejakkan kaki di tanahnya, merasakan sejuk dingin airnya dan menghirup segar hawa yang menghidupi segenap makhluk di dalamnya. Ia adalah kata dan kota sejuta cerita, yang kisahnya terkumpul dari kepingan-kepingan jejak ingatan masing-masing warga dan peziarahnya.

Sekali lagi, hari ini saya belum bisa meng-espresso-kannya dalam segelas tulisan. Padahal jauh-jauh hari sebelum ini, kerangkanya telah ditulis, alurnya telah direncanakan, bahkan sampai gambar-gambarnya telah dipilih. Seumpama lidah, jari-jemari saya akan selalu berubah kelu tiap ingin bercerita tentang Ruteng; mirip Adam yang tertatih gagu sesaat setelah memakan segigit buah terlarang.

Sebagai bentuk usaha terakhir untuk bercerita tentang Ruteng, izinkanlah saya menyampaikannya dalam sebuah lagu. Pun kalau lagu ini tak lagi mampu, saya akan mencobanya sekali lagi di lain waktu. Mudah-mudahan, kata-kata magis yang terekam di beranda situs Green Turtle Dreaming bisa ikut membantu: "Remembering is not a random act; to sing, dance, paint or carve is to remember."

Salah Mendaki Ke Gunung Gede

$
0
0
Setengah mengantuk, saya membuka mata dan menyadari, bus yang kami tumpangi tidak sedang mengarah ke Garut. "Mas, kita naik bus ke mana?" tanya saya pada mas Adit yang sedang awas memperhatikan pemandangan di kiri-kanan jalan. "Ke Cibodas, Bang" jawabnya sambil lalu. Astaga, saya salah jurusan!!

Catatan Pendakian: Gunung Gede


Samar Ajakan 'Ikut Mendaki'

Butuh sekian menit untuk me-loading kesadaran dari kantuk yang begitu menyiksa gara-gara terjebak macet selama tiga jam dalam bus Transjakarta dari Halte Pasar Genjing ke terminal Kampung Rambutan sore tadi. Kenapa tadi mas Adit bilang, kami akan turun di Cibodas? Bukankah itu pintu jalur pendakian Taman Nasional Gunung Gede - Pangrango?

Saya mencoba me-refresh ingatan ke beberapa hari sebelumnya, saat ajakan naik gunung itu dibunyikan di tengah-tengah kesibukan memantau isu pilkada 2015. Dalam ingatan, ajakan Uphie, rekan sekantor di Tebet, masih terekam samar.

"Bang, mau ikut naik gunung, gak? Temenkugak jadi ikut, kita kekurangan satu orang lagi", tanyanya waktu itu.

Saya yang sedang pura-pura sibuk di depan laptop langsung menjawab dengan nada canda, "Kalau gratis, aku ikut deh..Hahaha..."

"Gratis koq, bang. Tinggal bawa badan dan pakaian aja," tanggapnya serius.

Saya ingat persis jawaban 'sekenanya' yang mengakhiri obrolan singkat jelang jam bubar kantor sore itu. "Oh, boleh. Aku ikut kalau gitu."

Benar-benar Serius!

Ternyata Uphie benar-benar serius! Pesan-pesan via Whatsapp yang kemudian dikirimnya berisi detail hal-hal yang harus dipersiapkan: pakaian, mantel, sarung tangan, kaus kaki, sepatu, senter, obat-obatan, tas, dan printilan-printilan pendakian lainnya. Saya-nya yang kurang serius. Pesan demi pesan 'peringatan' itu cuma ditanggapi dengan "oke", "siap" dan jawaban afirmasi singkat yang sejenis. Ya, dalam beberapa hari itu isuReal Count hasil pilkadamemang merampas segalanya, bahkan sampai ke konsentrasi menyendokkan makan malam ke celah bibir. Ah!!

Di kantor, dua hari sebelum mendaki, Uphie bertanya lagi saat berpapasan. "Jadi kan, Bang?"

Duh!! Baru ingat kalau aku sebelumnya sudah terlanjur meng-iya-kan. "Iya, jadi".

"Nanti kita berempat, bareng Adit (rekan sekantor di Tebet) dan temenku," jelasnya sambil beranjak menjauh.

Seingat saya, pertanyaan inilah yang saya tanyakan waktu itu, "Kita mendaki ke mana, Phie?"

Nah. Karena dia sudah menjauh, yang terdengar samar waktu itu hanyalah bunyi huruf  P, huruf yang langsung saya simpulkan dengan "Papandayan". Hadeuhh!!

Ternyata Ke Gunung Gede

Ternyata kami ke Gunung Gede. Terlambat sudah!! Terlanjur sudah browsing tentang Gunung Papandayan dan detail persiapan pendakian ke sana. Sama sekali tidak ada persiapan tentang Gunung Gede, kecuali beberapa keping informasi yang dipungut dari ingatan tentang buku yang ditulis Harley Bayu Sastha, Mountain Climbing for Everybody.

10-12-2015. Di sisa perjalanan dalam bus Marita malam itu, draft catatan ini dibuat sembari mengingat barang-barang yang tersimpan di bagasi belakang; hasil dari manajemen perjalanan yang salah dan pengaturan waktu yang jelas-jelas akan keliru total. Satu yang tersisa di ujung draft adalah, setelah turun dari pendakian nanti, saya akan menulis tentang Gunung Gede di narareba.com. Ya, karena saya yakin tentang ini: tidak ada "kebetulan" yang salah, tidak ada "pendakian" yang keliru.

Peta Jalur Pendakian Gunung Gede - Pangrango

$
0
0
Peta jalur pendakian adalah modal utama dalam manajemen perjalanan atau manajemen pendakian sebuah gunung. Belajar dari kesalahan di pengalaman sebelumnya, sebagai bahan evaluasi untuk kegiatan mountaineering (mendaki gunung) berikutnya, Catatan Nara Reba Manggarai kali ini akan mengulas tentang Peta Jalur Pendakian Gunung Gede - Pangrango.

Jalur Pendakian Gunung Gede - Pangrango

1. Peta Versi "Google Map"

Berikut adalah peta jalur pendakian Gunung Gede - Pangrango yang dapat diakses secara online via Google Map. Penting untuk dicatat bahwa peta online ini diupload per tanggal 26 Agustus 2010. Tentu sejak itu, sejumlah perubahan, baik kecil maupun besar telah terjadi.

Terkait perubahan apa saja yang telah terjadi atau detail rincian lainnya tentang peta versi "Google Map" ini, silahkan kontak ke pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan alamat Jl. Raya Cibodas, Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, Indonesia 4325. Permintaan layanan informasi dapat juga dilayangkan via E-mail ke info[at]gedepangrango[dot]org atau +62-263-512776 (telp/fax).




2. Peta Versi "Detail Cetak"

Peta yang disumberkan langsung dari pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (gedepangrango.org) ini memuat detail rinci mengenai jalur pendakian ke Gunung Gede atau Gunung Pangrango. Klik untuk memperbesar keterangan dalam gambar peta, atau silahkan download versi "Detail Cetak" ini di Google Drive: Jalur Pendakian Gunung Gede - Pangrango.



3. Peta Versi "Gambar Ringkas"

Selain dua versi sebelumnya, ada satu lagi versi "Gambar Ringkas" yang baru-baru ini diupload oleh Ryan Aditya di halaman Google Plus-nya. Peta ini cukup ringkas dalam menjelaskan garis besar jalur pendakian Gunung Gede Pangrango melalui tiga pintu masuk utama, yakni Cibodas, Gunung Putri dan Selabintana.


Kesuksesan sebuah pendakian tidak pernah terlepas dari manajemen pendakian yang dipersiapkan dengan cermat dan matang. Semuanya itu dimulai dari satu poin: peta, cermati wilayah yang akan menjadi tujuan kegiatan mountaineering. Semoga sharing sederhana mengenai peta jalur pendakian gunung Gede - Pangrango ini dapat membantu para pendaki dalam merencanakan perjalanannya. Tabe, @narareba.

Jakarta yang Sesaat Menjelma Menjadi

$
0
0
Di bulan-bulan ini, Jakarta seolah menjelma jadi Ruteng. Bermendung sendu dan berlantaikan genangan. Juga punya bau tanah basah, menguar bersama aroma handuk lembab yang dijemur di lindungan atap.

Rintik yang selalu menyapa di pagi. Deras yang siangnya mengikuti. Atau umpatan-umpatan kecil semisal: "Untung tadi saya cepat berangkat. Kalau tidak, pasti runcung.. "

Seolah menjelma.
Semacam kata bahasa halusinasi..

Dan akhirnya, sejenak bertualang dirasa penting. Untuk sekadar mengalihkan pikir dari rutin keseharian dan ruwetnya alogaritma di awal tahun. Tapi, ke mana? Bahkan tiap tempat piknik pun kini punya WiFi.

Kenapa mereka tidak memasang tulisan, semacam di restoran cepat saji: Dilarang membawa makanan/minuman dari luar? Dimodif sedikit menjadi: "Anda sedang mengasingkan diri di sini. Dilarang membawa pekerjaan/dateline dari luar."

Tetapi begitulah. Jakarta seolah menjadi Ruteng. Seperti juga Labuan Bajo, yang akan segera seolah menjadi Jakarta. Bukan soal cuacanya. Soal perputaran segala sesuatunya. Mungkin juga, orang-orangnya.

Jakarta yang Sesaat Menjelma Menjadi

*Bingin. Januari 2020

Jika Harus Kembali, Mundur ke Tepian

$
0
0
Ada masanya, duduk di tepian. Memandang jauh ke luas hamparan. Melihat kembali titik berdiri, sebelum menarik diri dari keramaian.

Di mana-masa seperti itu, pertanyaan-pertanyaan ini kembali mengemuka: siapa aku, dari mana aku, mau kemana aku, dan untuk apa aku.

Seperti dua tahun lalu, di tepian telaga Jakabaring, sesaat sebelum 'pensiun' dari Perhimpunan.

Dan, dua tahun berlalu.

Kembali ke tepi. Di sudut awal tahun Tikus Logam. Di akhir Episode 8 Season 6 "Vikings". Di riuh bayang-bayang wabah Corona. Di ramai cerita munculnya kerajaan dan raja-ratunya.

Di sudut malam, saat rasa penasaran memaksa mata menelusuri garis asal Sunda Empire. Saat masih mencari jawab, kenapa sejak masa purba Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi disebut 'Sunda Besar' dan Bali, NTT, NTB disebut 'Sunda Kecil'.

Ada yang menyeruak dari telaga Wikipedia. Sebuah pepatah warisan kabuyutan tua. Asing di telinga, tetapi seolah memberi jawab, untuk kembali. Bangkit berdiri dari tepi untuk masuk lagi ke tengah pusaran badai.

Bunyinya persis begini:

"Hana nguni hana mangke, tan hana nguni tan hana mangke, aya ma beuheula aya tu ayeuna, hanteu ma beuheula hanteu tu ayeuna. Hana tunggak hana watang, tan hana tunggak tan hana watang. Hana ma tunggulna aya tu catangna."

Artinya, kira-kira seperti ini:

"Ada dahulu ada sekarang, bila tak ada dahulu tak akan ada sekarang, karena ada masa silam maka ada masa kini, bila tak ada masa silam takan ada masa kini. Ada tunggak tentu ada batang, bila tak ada tunggak tak akan ada batang, bila ada tunggulnya tentu ada batangnya."

Jika Harus Kembali, Mundur ke Tepian

*Jakabaring. Februari 2018.

Viewing all 164 articles
Browse latest View live